Menurut Denny JA, saatnya memang semakin banyak produk Indonesia yang goes internasional. Denny memberi contoh, itu sudah terjadi untuk warisan budaya kita seperti batik, lagu bengawan Solo dan gamelan Jawa.
Tahun 2019, di New York, dalam pertemuan delegasi sejumlah negara untuk bidang keamanan PBB. Sebagian dari mereka menggunakan kemeja batik Indonesia. Baju atas batik, tapi celana dan sepatu dipadu dengan karya negara lain.
"Sejak tahun 2019, UNESCO, sudah menetapkan batik Indonesia sebagai “masterpiece oral and tangible heritage of humanity,".
Denny mengenang, pada tahun 2018, Di Korea Selatan, seorang profesor musik di Seoul Institute of Art, Lee Jung Pyo, menyanyikan lagu Bengawan Solo.
Ia mengiringi lagu itu dengan alat tradisional korea Gayageum (sejenis kecapi).
Dalam hitungan hari, video Bengawan Solo oleh Lee Jung Pyo itu viral di dunia maya. Ia ditonton 230 ribu kali.
Di Belanda, tahun 2018, tambah Denny, tepatnya di Teater Muziek & DansSchool, Amsterdam, publik di sana terpana mendengar alunan gamelan Jawa.
Alat tradisional Indonesia, dengan suara merdu para pesinden, dikawinkan dengan bunyi Saxophone.
Itu semua produk lokal Indonesia yang dikawinkan dengan elemen internasional.
Kini inovasi juga terjadi di dunia kuliner.
"Saya membayangkan, jika Resto Bunga Rampai kembali diundang menyediakan makanan bagi World Economic Forum di Davos, Swiss," kata Denny.
"Sungguh seru jika di sela- sela percakapan krisis ekonomi dan cara memperbaikinya, para pemimpin dunia itu menikmati rujak beubek, cendol duren dan kopyor nangka, dalam bentuk gelato," kata dia.
Denny JA mengaku bangga, istrinya, Mulia Jayaputri, memiliki dan kini mengelola Resto Bunga Rampai itu. (Yat/TribunNetwork/*)