TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Sabda Travel, Januar Setyadi mengatakan pariwisata merupakan salah satu penyumbang terbesar devisa negara.
"Hal ini tidak lepas dari peran travel agent yang selama ini berkontribusi menggenjot promosi hingga terlibat langsung sebagai pelaku bisnis sektor wisata," ungkapnya.
Dalam masa Corona ini, semua negara diakuinya tutup hingga setiap orang tidak bisa bergerak sama sekali.
"Juga banyak larangan dan himbauan perjalanan pemerintah lokal dan internasional yang menganjurkan untuk di rumah saja," ujarnya.
Kondisi ini membuat dirinya, selau travel agent kesulitan karena tidak bisa menjual produk yang mereka punya.
"Para pelaku lainnya menghadapi kesulitan meraup pendapatan, serta harus bertahan dengan melakukan pemotongan biaya operasional," selorohnya.
Januar Setyadi juga mengakui bahwa meski dampak ekonomi dari pandemi ini belum akan mereda dalam waktu dekat, tentunya perlu strategi yang harus dilakukan.
Investasi ratusan atau ribuan triliun diakuinya tidak akan berarti bila mengenyampingkan aspek berkelanjutan.
Langkah yang dilakukan untuk bertahan atau membangun maju travel/pariwisata di Indonesia menurutnya, pertama tidak berlebihan untuk mengeluarkan dana Operasional ketika sebelum masa pandemi sehingga memiliki saving money.
"Kedua mengabil peluang pariwisata yang bisa dijalankan dimasa Pandemi salah satunya Turkey yang sudah membuka Border Internasional untuk Wisatawan. Pandemi ini membuat banyak pelaku usaha wisata gigit jari. Kemenparekraf yang mengatakan sudah siapkan dana hibah untuk membantu sampai sekarang kami tidak pernah terima," paparnya.
Sementara itu, menurutnya pakar kreatif strategi pariwisata usulkan pemerintah bangun new normal destination. Sebagai pelaku industri travel masalah sosialisasi new normal destination masih terbatas. Mungkin terbentur dengan Kebijakan Pemerintah terkait PSBB.
"Sebagian besar travel memang merasakan dampak akibat pandemi dibidang Pariwisata, namun demikian saat ini pariwisata sudah mulai bangkit dengan pelunakan kebijakan destinasi luar maupun dalam negeri dengan memperhatikan protokol kesehatan. Pariwisata saat ini sudah bisa dinikmati, dengan Adaptasi kebiasaan Baru dimasa Pandemi," urainya.
Melihat fenomena pelanggan yang frustasi karena refund cash tidak kunjung datang. Solusi lain yang ditawarkan seperti opsi reschedule atau refund dalam bentuk voucher travel (peraturan Menteri Perhubungan no 185 tahun 2015), diakui Januar Setyadi banyak ditolak oleh konsumen.
"Ini memang sangat memprihatinkan, tapi kita harus kembali menghargai kebijakan yang diberikan karena tentunya mereka juga kena dampak, dan yang terpenting hak penumpang tidak hilang hanya berubah. Selama Pandemi ini protokol kesehatan yang dilakukan Sabda Travel dalam menjual program program wisata adalah kita siapkan Safety Kits berupa Masker & Handsanitizer," paparnya.