Oleh Richard Susilo *)
MINGGU depan PM Jepang Shinzo Abe akan mengunjungi Indonesia, berarti yang pertama kali dalam kunjungan resmi sebagai PM Jepang ke luar Jepang, yang sebelumnya direncanakan pertama kali justru ke Amerika Serikat. Hal ini perlu dicatat dan diingat sekali, karena kunjungan pertama dalam diplomasi luar negeri, memiliki arti yang sangat besar. Betapa pentingnya hubungan Jepang-Indonesia, dikunjungi pertama kali oleh seorang Kepala Negara negeri Sakura. Belum pernah hal ini terjadi dalam sejarah hubungan kedua negara yang telah mencapai 60 tahun.
Kini kunjungan negara dan juga sahabat tercinta kita Jepang sudah di depan mata. Ada apa gerangan Jepang melihat begitu pentingnya hubungan Jepang-Indonesia saat ini?
Pertama, basa-basi diplomasi di mana pun sama, setelah dilantik tanggal 26 Desember 2012, bagi Indonesia Hari Natal Kedua, Abe ingin “sowan”, ingin melakukan kunjungan kehormatan, kepada negara tetangganya yang paling disayanginya, Indonesia.
Kedua, hubungan kedua negara terutama di bidang bisnis dan bantuan keuangan Jepang sangat besar kepada Indonesia. November lalu Jepang sepakat memberikan pinjaman 3,4 triliun yen kepada Indonesia, untuk berbagai pembangunan infrastruktur, terlebih penyiapan lokasi kawasan industri di Tangerang untuk kompleks industri berbagai pabrik Jepang di tahun-tahun mendatang, yang kita kenal dengan sebutan Smart City.
Perdagangan, ekspor impor, dan investasi Jepang di Indonesia sangat raksasa apabila dijumlah bersama, mencapai puluhan miliar dolar AS setiap tahunnya. Keberadaan bisnis Jepang di Indonesia, terbesar kedua setelah Cina.
Melihat besarnya keterlibatan bisnis Jepang di Indonesia, sebagai kepala negara, Abe sangat bertanggungjawab menjaga kelancaran bisnis dan ekonomi Jepang dengan Indonesia, setelah September tahun lalu dihajar habis oleh unjuk rasa dan keributan besar di Cina, gerakan anti Jepang besar-besaran, yang tetap terasa dampaknya hingga kini di bidang bisnis kedua negara. Padahal jumlah terbesar bantuan Jepang ke luar negeri lewat Official Development Assistance (ODA) adalah kepada Cina. Ibaratnya, kucing lupa sama kulitnya. Sudah dibantu, kini malahan seolah lupa kepada jasa si pemberti bantuan.
Ketiga, inilah yang terpenting. Sampai dengan hari ini kapal-kapal Cina masih saja mendekati kepulauan Senkaku yang dijaga ketat oleh kapan perairan Jepang. Bahkan pernah kapal terbang perang Jepang ikut menjaga kepulauan Senkaku yang nyata-nyata milik Jepang itu, untuk mengusir kapal-kapal laut Cina dan juga kapal terbang Cina yang terbang mendekati kepulauan Senkaku.
Cina pun dengan terbuka menggembar-gemborkan berita mengenai kapal perang penjelajahnya yang besar itu, dengan dalih latihan militer bergerak ke lautan bebas. Mungkin maksudnya menyatakan kepada dunia, bahwa Cina telah siap menghadapi musuh, entah siapa musuh yang dimaksud tak ada yang tahu.
Gangguan kapal-kapal Cina, termasuk kapal laut resmi pemerintah Cina yang berlayar mendekati sekali kepulauan Senkaku, hampir setiap hari pada akhir-akhir ini, jelaslah membuat pusing pemerintahan Abe. Padahal pemerintah Jepang telah berkali-kali menegor dan protes hal itu lewat Kedutaan Cina yang ada di Tokyo.
Kepusingan inilah membuat Abe yang dianggap sangat nasionalis oleh rakyatnya, gerah juga melihat hal-hal yang membuat tegang hubungan kedua negara tersebut hingga detik ini. Padahal urusan dalam negeri Jepang banyak sekali yang harus diselesaikan, termasuk dampak gempa bumi 9 skala Richter tanggal 11 Maret 2011 belum juga pulih kembali sampai saat ini.
Olehkarena itu kunjungan ke luar Jepang, meskipun dengan berbagai bumbu diplomatik apa pun seperti yang disebutkan di atas, pada hakekatnya adalah untuk meminta dukungan serta kerjasama yang lebih baik lagi, memberikan pengertian kepada negara yang dikunjungi, terutama mengenai hubungannya dengan Cina akhir-akhir ini.
Dengan kata sederhana, ayolah bantu kami, dukung kami, tolong sampaikan kepada Cina, agar bisa mengontrol kapal-kapalnya tidak datang terus-menerus ke kepulauan Senkaku, dan terakhir marilah berdamai lewat Mahmakah Internasional, tempat yang paling adil, jujur dan dapat dipercaya oleh masyarakat dunia bagi solusi sebuah sengketa dua negara atau lebih.
Di sinilah letak kunci kunjungan Abe kali ini. Indonesia perlu lebih berani mengatakan kepada Jepang bahwa Indonesia mendukung Jepang dan akan menjadi penengah dalam sengketa kepulauan Senkaku, akan meminta Cina maju ke Mahkamah Internasional agar sengketa bisa segera selesai.
Ketegangan dua negara di Asia, terutama Jepang dan Cina jelas akan membuat pusing pula negara lain karena hal ini akan berpengaruh pula pada bidang bisnis (dan atau ekonomi) .
Apabila terjadi keributan, ketegangan yang memuncak, tentu perekonomian akan terganggu total, nilai mata uang asing akan terganggu total, semuanya tak ada yang baik, bukan hanya bagi kedua negara tersebut, tetapi juga bagi negara lain di Asia, termasuk perekonomian Indonesia dipastikan akan berguncang pula.
Kita berharap Cina perlu berbesar hati untuk mau maju ke Mahkamah Internasional menyelesaikan kasus Sengkaku ini. Bukan justru dengan berkeras kepala dan kaku, tetap saja menyatakan Sengkaku miliknya, sehingga tak perlu ke Mahkamah Internasional. Lha, Jepang saja yang nyata-nyata memiliki kepulauan Senkaku ingin sekali mengajukan permasalahan ke Mahkamah Internasional sejak lama, kok Cina tidak mau?
Untuk itulah sekali lagi, Indonesia perlu lebih tegas dan segera membantu Jepang dalam kasus Senkaku, berbicara dari hati ke hati agar Cina bersedia maju ke Mahkamah Internasional secepat mungkin.
Segala perkembangan ekonomi yang terjadi di Asia termasuk di Indonesia akan langsung jatuh bagaikan kejatuhan dari tebing tinggi, apabila kedua negara ini bertikai tegang sampai mendekati perang. Tak ada yang untung, tak ada yang senang, kecuali industri militer yang senang, bisnis militernya bangkit kembali, persenjataannya terpakai kembali karena ada perang. Apakah memang perang yang diinginkan kita semua?
*) Koordinator Forum Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEF) yang berdomisili di Jepang lebih dari 20 tahun.
Anda bisa mengirim laporan sebagai tribunners ke email redaksi@tribunnews.com.