Oleh Aktivis Buruh yang juga Calon Gubernur Jawa Barat Rieke Diah Pitaloka
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Untuk kesekian kalinya saya harus berada dalam suasana yang sungguh menyakitkan. Berada di tengah keluarga TKI yang menunggu salah satu keluarganya pulang tak bernyawa.
Iwan bin Mahi (28) tahun, meninggal akibat kecelakaan kerja setelah koma dua bulan. Ia kerja di Taiwan di pabrik pembuat kir dan baut. Saya mendapatkan laporan dari keluarga bulan November 2012.
Satu bulan kemudian, Desember, Iwan dipanggil Sang Khalik. Meninggalkan seorang istri yang sedang hamil 4 bulan, anak pertama. Perempuan itu tidak akan bisa mengantarkan suami tercinta ke peristirahatan terakhir, karena sebagai buruh di Taiwan dia belum bisa pulang ke tanah air.
Jenazah Iwan tiba 11 Jan 2012 di Jakarta pkl 12.00 wib dengan pesawat CI 761 ex Taipei dan langsung akan dibawa ke Dsn Gadel RT 07 RW 03, Ds, Sukaraja, Kec Rawamerta, Kab Karawang.
Saya sedang memperjuangkan agar hak-haknya sebagai pekerja, seperti gaji, serta asuransi TKI yang menjadi hak keluarga dipenuhi. Menurut Permenakertrans No 1 tahun 2012 tentang perubahan atas Permenakertrans No 07 tahun 2010 tentang Asuransi di bagian lampiran no 1 menyatakan bahwa resiko meninggal dunia, keluarga TKI mendapat pertanggungan Rp 75 juta rupiah.
Tahun 2012, berdasarkan data resmi BNP2TKI hanya 328 jenazah TKI yg bisa dipulangkan, dan terbanyak dari Jawa Barat. Berdasarkan data resmi pemerintah, Jawa Barat menjadi pengirim TKI terbesar (2009-2011), dan peringkat ke dua terbesar tahun 2012. Setidaknya di tahun yang sama terdapat kasus TKI asal Jabar sebanyak 16.856 (20%) dari total penempatan sampai September 84.201 orang.
Data di atas tentu bukan sebuah prestasi yang bisa dibanggakan. Saya sendiri saat ini sedang terus berjuang agar revisi UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di LN segera tuntas. Dua kalimat yang masih belum berhasil saya desakan berbunyi:
"Mengirim Tenaga Kerja ke LN, tidak boleh dijadikan pemecahan masalah tiadanya lapangan kerja dalam negeri. Pemerintah pertama kali tetap berkewajiban menciptakan lapangan kerja di dalam negeri."
Untuk mewujudkan penciptaan lapangan pekerjaan sebagai sebuah perjuangan yang sama, kita harus punya mimpi yang sama bagi Jawa Barat. Bukan sekedar janji berapa angka jumlah lapangan kerja yang akan disediakan, lalu kenyataannya berujung pengiriman TKI.
Yang akan menjadi perjuangan kita bersama, penciptaan lapangan kerja bagi rakyat di tanah air, di kota kabupaten, di kecamatan di desa-desa. Penyerapan tenaga kerja di industri yang berkembang di Jawa Barat. Industri yang sesuai dengan potensi yang ada di kota kabupaten. Yang kita butuhkan sekolah-sekolah kejuruan diperbanyak, BLK-BLK direvitalisasi disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja.
Kalau pun jadi TKI dipastikan terdidik dan terampil. Apapun kondisinya, buruh dan pekerja yan demikian itu lebih punya harga diri dan upah yang tinggi, jika dibandingkan dengan pekerja lulusan SMP atau SMA saja tanpa keterampilan khusus.
Yang kita butuhkan bukan penyeragaman industri di 26 kota kabupaten. Industri lanjutan bagi pengolahan hasil pangan agar wilayah agraris tidak terkikis. Industri pengolahan ikan dan industri garam di pesisir pantai agar potensi kelautan optimal.
Industri lanjutan hasil SDA tak terbarukan tidak lagi dijual mentah, sehingga ada nilai tambah. Ketika petani, nelayan bisa mandiri, keuntungan bagi hasil SDA tak terbarukan bisa dipastikan diterima oleh rakyat, maka kita bisa pastikan Jawa Barat tidak lagi menjadi kantong TKI dengan segudang kisah duka.
Semoga kepergian Iwan, membuat kita punya mimpi yang sama. Sebuah mimpi yang harus diperjuangkan bersama agar jadi kenyataan. Iwan, selamat jalan. Doa kami bersamamu. Kematianmu jadi suluh perjuangan ini. Tak akan sia-sia.