TRIBUNNEWS.COM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap enam jurnalis yang meliput peristiwa kebakaran di Pendongkelan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, Ahad siang, 17 Maret 2013. Kebakaran ini melahap sekitar 700 rumah semi permanen.
Sejumlah orang mengeroyok enam jurnalis yang mengambil gambar di lokasi kebakaran. Para jurnalis itu yang dikeroyok adalah Angga BN (fotografer Warta Kota), Arie Basuki (fotografer Merdeka.com), Rio Manik (kontributor RCTI), Irvan (kameraman MNC TV), Agung Prambudy (fotografer Detik.com), dan Eko Budi (kontributor Trans 7). Mereka menjadi korban kekerasan di tempat yang sama tapi waktunya tidak bersamaan.
Dari enam jurnalis itu, Angga BN mengalami luka yang paling parah. Dahinya luka lebam, bibir dan kaki kanan lecet. Jurnalis lainnya ditendang dan dipukuli oleh sejumlah orang. Padahal, saat meliput para jurnalis sudah menunjukkan bahwa mereka jurnalis yang bekerja meliput kebakaran, menunjukkan kartu pers, dan membawa kamera. Tapi para pengeroyok tetap saja memukul, menendang, dan melakukan kekerasan terhadap para jurnalis. Karena pengeroyokan itu, para jurnalis kemudian menyelamatkan diri.
Untunglah, petugas pemadam kebakaran melerai dan menyelamatkan para jurnalis yang dikeroyok itu. Pelaku diduga kuat adalah warga di lokasi kebakaran. Angga BN dan kawan-kawan kemudian sudah melaporkan pengeroyokan ini ke Kepolisian Resor Jakarta Timur.
Kekerasan terhadap jurnalis bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 8 UU Pers menyatakan dalam menjalankan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum. Jurnalis juga memiliki hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 4 ayat 3 dalam UU Pers. Menghalang-halangi kerja jurnalis adalah tindakan melawan hukum. Kekerasan terhadap jurnalis juga dapat diancam tindak pidana kekerasan seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan profesinya tidak bisa dibenarkan. Kekerasan ini tidak hanya melukai secara fisik, tetapi juga mengancam kebebasan pers jika dibiarkan oleh aparat kepolisian. Karena itu, AJI Jakarta menyatakan:
- Mendesak Kepolisian Resor Jakarta Timur untuk segera menetapkan tersangka pelaku pengeroyokan terhadap enam jurnalis yang meliput kebakaran Pendongkelan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, Ahad siang, 17 Maret 2013. Sesuai dengan UU Pers,
Pasal 18 menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan Pasal 4 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
- Mendesak Kepolisian Resor Jakarta Timur untuk segera menangkap para pelaku dan menyeret pelakunya ke pengadilan. Para pelaku telah melakukan tindakan melawan hukum. Proses hukum ini harus dilakukan agar tindakan serupa tidak berulang dan membuat efek jera. Pengeroyokan termasuk tindakan pidana. Selain Undang-Undang Pers, pelaku juga bisa dijerat dengan KUHP. Pasal 170 Ayat (2) angka 1 KUHP menyebutkan pengeroyokan yang mengakibatkan luka-luka, pelakunya diancam penjara maksimal 7 tahun.
Demikian pernyataan sikap AJI Jakarta. Mari kita lindungi jurnalis dan menjaga kebebasan pers di Indonesia.
Jakarta, 18 Maret 2013
Umar Idris
Ketua AJI Jakarta