Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
Peradaban adalah kerja tanpa batas manusia untuk mendorong level kehidupan pada titik pengharapan tertinggi dengan pemuliaan pada iman ilmupengetahuan dan budaya manusia.
Dengan demikian peradaban adalah ikhtiar manusia untuk memperbaiki terus menerus tingkat pencapaian kebahagiaan dengan pikir karya dan budaya yang menghasilkan nilai nilai puncak.
Jika suatu bangsa kering nilai-nilai puncak yang dihasilkan itu pertanda roda kehidupan berjalan inefisien dan menunjukkan isyarat perlambatan terhadap cita-cita bangsa mewujudkan kemerdekaan.
Idealnya pembangunan bekerja diatas norma dasar yaitu proses dipercepat distribusi hasil pembangunan dinikmati orang banyak dan untuk jangka waktu yang lama.
Jika operasional pembangunan menggunakan waktu yang terlalu lama, distribusi hasil dinikmati oleh sedikit orang, dan orang banyak menunggu terlalu lama manfaat pembangunan, hukum alam memberi reaksi perlu adanya revolusi.
Revolusi adalah transformasi besar besaran untuk menginisiasi relasi baru kuasa dan otoritas terhadap hubungan sosial dan kelembagaan lama.
Revolusi bisa bermuatan kekerasan atau nir kekerasan. Revolusi berkecenderungan progresif.
Revolusi bisa juga berupa kondisi yang tidak terelakan karna multifaktor.
Revolusi juga dapat terjadi karena konflik antar kelas. Dalam motif kontemporer, revolusi mental adalah suatu kehendak perubahan meninggalkan perilaku negatif yang terbangun dalam jangka waktu lama oleh banyak orang yang menghasilkan peradaban minus prestasi dan perlambatan kemajuan bangsa.
Banyak dimensi yang dapat mensukseskan revolusi mental.Salah satu kerja kultural yang layak dianjungkan adalah mendorong indeks kebugaran mental manusia indonesia ke level SIAP atau Sanggup Interaksi Afeksi Positif.
Harus diakui, kondisi masyarakat kita berkeringat dengan kemacetan di jalan, perilaku individualistik yang semakin menonjol, distrust antar sesama komponen bangsa dengan framework us versus them atau kita lawan mereka yang menggerus persatuan nasional, dampak information dan teknologi yang mengurangi kohesifitas sosial, implikasi listrik yang memperpanjang jam kerja dari siang bergeser malam dan percakapan sosial yang mekanistik dan serba instan ikut berkontribusi melahirkan bangunan masyarakat tidak bugar mental dan minus kelenturan kerjasama.
Sebagai respon aplikatif perlu digugah kembali gerakan tutur tinular berupa bercerita mendongeng atau bercakap di malam hari dengan tajuk kegiatan malam harmonisasi bangsa atau mahaba di seluruh indonesia.
Setiap malam minggu di RT-RW diadakan lomba Indonesia mendongeng.
Pengurangan penggunaan listrik dengan api unggun dengan melibatkan gerakan Pramuka selama 1 jam diharapkan akan meningkatkan indeks KOMPAK atau Kerukunan Obat Manjur Persatuan Abadi Kekal.
Kandungan percakapan yang dilakukan manusia dengan api unggun akan merangsang hormon melatonin otak
yang dapat menggugah sinyal interaksi tukar-menukar informasi secara sehat dan berimbang, dan ritmik pertemuan malam hari dengan api unggun selama 1 jam perminggu dapat meningkatkan level keakraban antar tetangga sehingga berpeluang membangun GenSAPER atau Gerakan Saling Percaya Antar Tokoh Teman Tetangga.
Dengan pembiasaan yang sama, di rumah orangtua dapat berperan kembali sebagai guru bangsa untuk mendongeng atau bercerita yang memungkinkan anak bangsa mendapat asupan berharga.
Dengan mendongeng dan bercerita kita berpeluangan mendsubsidi sumbu daya batin anak bangsa untuk kokoh memulai Revolusi Mental karena kemajuan bangsa sangat ditentukan dari kualitas intensitas percakapan antar anak bangsa dengan temu muka dan fisik yang humanis bukan melalui sarana it yang praktis. Semoga!