News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Bila Anda Ditipu Saat Belanja di Singapura, Ini Tips Melawannya

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ryan Filbert

Meskipun istri saya ngotot untuk berdebat, saya berpikir lain. Saya mengambil Blackberry tersebut untuk dibawa pulang, dan saya mendesak untuk diberikan kuitansi serta slip kartu kredit. Namun, sampai di sini, mulailah terjadi intimidasi karena paspor saya masih ditahan oleh pemilik toko "G3 Advance Trading" tersebut.

Apa yang terjadi setelah itu? Mereka tidak memberikan slip apa pun, dan kami pulang membawa ponsel tersebut. Pemikiran saya saat itu adalah, yang penting paspor sudah kembali ke tangan karena, tanpa identitas di negara orang, posisi kami menjadi jauh lebih lemah. Di sinilah "perang" sesungguhnya mulai terjadi antara saya dan pemilik toko yang bernama Mr Kalvin.

Langkah awal yang saya lakukan adalah memblokir kartu kredit. Sambil jalan pulang menuju hotel tempat kami menginap, saya menghubungi pihak penerbit kartu kredit di Jakarta, dan terblokirlah kartu saya.

Keesokan harinya, saya pergi lagi ke Orchard Road, dan mengunjungi Singapore Tourism Board (STB). Di sana, saya mengadukan keluhan kami. Sebagai informasi, kepolisian Singapura hanya akan berurusan dengan Anda bila terjadi baku hantam. Mereka tidak melayani urusan yang berhubungan dengan transaksi jual beli.

Ketika laporan telah selesai dibuat, mulai saat itu dan seterusnya, saya berhubungan dengan STB melalui e-mail. STB adalah salah satu wadah pelaporan atau pencarian informasi untuk turis yang ada di Singapura.

Sepulangnya ke Indonesia, saya pun segera melakukan pengecekan ke bank penerbit kartu kredit mengenai transaksi G3 Advance Trading, serta mengajukan keluhan atas sanggahan transaksi yang saya masukkan dalam kategori penipuan dan pemaksaan. Jadi dengan itu, saya mengajukan klaim dari dua sisi, yaitu melalui STB dan bank penerbit kartu kredit.

Selama di Indonesia, negosiasi antara saya dan STB sebagai wakil saya di Singapura terus berlangsung via e-mail. Mereka (G3 Advance Trading) sempat memberikan opsi refund dengan nominal yang lebih besar. Artinya, saya kirim ponsel ke Singapura, dan saya akan menerima kenyataan bahwa uang saya berkurang, meski tidak melakukan kesalahan apa pun. Saya jelas menolaknya.

Saya lalu mengajukan diri untuk masuk ke jalur pengadilan di Singapura dengan menunjuk STB sebagai wakil saya, dan membayar biaya tuntutan sebesar 10 dollar Singapura.

Saya pun tidak tinggal diam di Indonesia. Saya pergi ke STB Indonesia yang berada di Gedung Mayapada, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Saya juga mendatangi Kedutaan Singapura, dan diterima secara acuh tak acuh karena kedutaan merasa bahwa hal tersebut hanya dapat diselesaikan melalui STB.

Mereka memperlakukan saya seperti seorang warga Indonesia yang "rewel" mengenai masalah sederhana, dan menurut saya ini sangatlah lucu karena bila Anda mengecek di mesin pencari, Anda akan menemukan bahwa toko dengan nama "G3 Advance Trading" telah beroperasi semenjak tahun 2009, dan telah menipu cukup banyak orang dari negara lain, bahkan Afrika!

Menurut saya, ini sama saja seperti Singapura memelihara penipu dalam satu kandang, meskipun memang ternyata toko elektronik seperti di Lucky Plaza dan Sim Lim Plaza tidak dibubuhi tanda yang menunjukkan apakah toko tersebut tersertifikasi atau tidak.

Namun tetap saja, saya pikir itu adalah sebuah tindakan preventif bodoh. Bila memang berniat untuk melakukan tindakan preventif dan melindungi turis, sebaiknya mereka memberikan panduan jelas yang menunjukkan tempat-tempat yang harus diperhatikan bila akan melakukan transaksi.

Sesama orang Jakarta lainnya, saya mengetahui dengan pasti tempat-tempat yang memiliki potensi risiko pencurian, penodongan, pencopetan, tetapi tidak begitu dengan turis! Tentu sungguh kasihan, turis yang terjebak dalam kondisi merugikan, seperti yang saya alami. Bukankah devisa negara juga bergantung pada pendapatan pariwisata? Hal ini juga bisa menjadi pertimbangan bagi negara Indonesia dalam memelihara keamanan bagi turis luar negeri yang melancong di negara Indonesia tercinta.

Akhirnya, pengadilan Singapura memenangkan perkara saya, dan menuntut toko tersebut untuk mengembalikan uang saya beserta biaya tuntutan sebesar 100 dollar Singapura. Tampaknya, masalah ini memang sudah selesai. Akan tetapi, dalam praktiknya, proses ini memakan waktu selama hampir sembilan bulan, dan dalam pengembaliannya, beberapa kali pihak toko tampak "membodohi" STB Singapura perihal pengembalian uang.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini