TRIBUNNEWS.COM - Ada kabar mengejutkan dari Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) Bank BNI yang digelar Selasa (17/3) pagi.
Ekonom senior Rizal Ramli didapuk menjadi Komisaris Utama BNI. Bersama Achmad Baiquni sebagai Dirut, mereka berduet memimpin bank pelat merah tersebut. Saat RUPS berlangsung, bapak tiga anak itu justru sejak pekan silam tengah keliling Inggris dan sejumlah negara Eropa untuk memberikan serangkaian kuliah dan ceramah di berbagai forum dan inistitusi.
Rizal Ramli jadi Komut BNI? Gejala apakah gerangan ini? Begitu pertanyaan sebagian orang yang ‘mengenal’ dia. Maklum, selama ini Rizal Ramli adalah ekonom yang tidak segan-segan menyampaikan kritiknya kepada pemerintah. Dia bisa disebut berada di garda terdepan dalam menentang berbagai kebijakan pemerintah yang berbau neolib.
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini bahkan tidak sungkan turun ke jalan bersama para demonstran manakala itu memang dirasa perlu.
Dengan latar belakang prinsip ekonomi kerakyatan yang selama ini diusungnya, pengangkatan RR, begitu dia akrab disapa, tak pelak menyembulkan dugaan. Mungkinkah pengangkatannya sebagai Komisaris Utama BNI itu adalah langkah pemerintah untuk ‘meredam’ ekonom kritis agar duduk manis?
Tetap kritis
Kalau Anda berpendapat seperti itu, maaf, keliru. Mau bukti? Ini ceritanya. Setelah tidak duduk lagi di lingkar kekuasaan, Presiden SBY pernah menugasinya untuk menjadi Komut PT Semen Gresik (SG) Grup. Saat itu pun dugaan serupa tak urung merebak pula.
Namun beliau bukanlah orang yang mau duduk manis sambil menikmati gaji dan fasilitas serba wah. Sebagai Komut, Rizal Ramli langsung menggenjot kinerja direksi dan seluruh jajarannya. Protes memang bertaburan dari mana-mana. Maklum, mereka selama ini sudah terbiasa dengan zona nyaman. Tiba-tiba datang orang lain melecut kinerja.
Kerja keras dan sikap ‘keras’ Rizal Ramli pun akhirnya berbuah manis. Semen Gresik berhasil tampil sebagai salah satu BUMN terbaik, dengan menempati peringkat ke-7.
Padahal, sebelumnya PT Semen Gresik selalu terdampar di luar 20 besar. Kinerja keuangannya mencorong. Laba sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) naik dari Rp 2,3 triliun menjadi Rp 2,8 triliun. Laba bersih tahun 2007 juga melonjak 37 persen dari Rp 1,3 triliun (pada 2006 ) triliun menjadi Rp 1,8 triliun. Inilah kinerja terbaik sepanjang sejarah berdirinya PT Semen Gresik.
Tapi, apa balasan dari pemerintah? Penghargaan? Tidak juga. Melalui Menteri BUMN Sofyan Djalil, SBY justru memecat Rizal Ramli. Usut punya usut, keputusan itu terjadi karena tokoh yang dikenal sebagai ikon perubahan itu ikut turun ke jalan bersama sekitar 20.000 mahasiswa dan pemuda untuk menentang dinaikkannya harga BBM pada 2008 silam.
Bagaimana sikap RR setelah dicopot dari posisi Komut Semen Gresik? Menyesal? Marah? Ternyata nggak, tuh. Dia tetap santai-santai saja. Buat dia pemecatan itu bagian dari risiko perjuangan. Lagi pula, lha wong baginya jabatan bukanlah suatu yang istimewa. Dia bukanlah orang yang gila jabatan.
Serangkaian posisi penting seperti Kepala Bulog, Menko Perekonomian, dan Menteri Keuangan pernah disandangnya. Dia juga ditawari posisi Menteri Perindustrian pada era SBY jilid 1. Tapi dia tolak!
“Saya, kan, bukan cari kerjaan, Ed,” tukasnya via saluran telepon ketika saya tanya beberapa hari setelah dia menampik posisi yang disorongkan SBY itu.
Bertangan dingin
Jejak gemilang Rizal Ramli di bidang makro dan mikro ekonomi juga terekam pada banyak kisah. Rizal Ramli juga dikenal sebagai ekonom bertangan dingin. Ketika menjadi Sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), dan Menko Perekonomian. Sejumlah kebijakan terobosannya terbukti mampu menjadi solusi yang cepat dan tepat.
Di Bulog, misalnya, Rizal Ramli ingin menghendaki citra bulog yang lebih baik. Langkah restrukturisasi besar-besaran pun mulai digulirkan. Terjadi pergantian dan mutasi lima jabatan eselon satu dan dua. Semua itu dilakukan agar Bulog menjadi organisasi yang transparan, akuntabel, dan lebih profesional.
Keberpihakan kepada para petani, diwujudkan dalam bentuk peningkatan pembelian gabah, bukan beras dari petani. Bukan rahasia lagi, pembelian beras oleh Bulog kerap menimbulkan kecurangan yang dilakukan oleh para tengkulak. Mereka membeli beras petani, kemudian dioplos dengan beras impor, lalu dijual ke bulog.
Cara seperti itu, tentu saja merugikan para petani karena beras yang dihasilkan di sawahnya cuma sebagian kecil yang dibeli oleh Bulog. Itulah sebabnya sebagai Kepala Bulog, Rizal Ramli kerap turun ke lapangan, ke desa-desa untuk bertemu dengan para petani.
Dia juga melakukan sejumlah perubahan radikal. Antara lain, merapikan rekening-rekening ‘liar’ yang jumlahnya mencapai 119 rekening menjadi hanya 19 rekening saja. Rizal Ramli pun memerintahkan sistem akuntansi Bulog diubah supaya lebih transparan dan accountable. Dana off budget harus menjadi on budget. Dia mewariskan Rp 1,5 trilliun dari Bulog hasil penghematan dan effisiensi.
Jejak cemerlang lainnya bisa ditemukan saat dia melakukan operasi penyelamatan PLN dari bayang-bayang kebangkrutan karena mark up puluhan proyek pembangkit listri swasta. Dia mengambil inisiatif untuk melakukan revaluasi aset BUMN.
Hasilnya, asset sebelumnya hanya Rp 52 triliun melambung jadi 202 triliun. Sedangkan modal dari minus Rp 9 triliun menjadi Rp 119,4 trilliun. Dia juga arahkan negosiasi utang listrik swasta PLN dari 85 miliar dolar AS turun menjadi 35 miliar dolar AS. Ini menjadi sukses negosiasi utang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Juga ada kisah suksesnya merestrukturisasi seluruh kredit properti, UKM, dan petani tahun 2000. Rizal Ramli berhasil menggaet dana hingga Rp 4,2 triliun tanpa menjual selembar pun saham BUMN.
Caranya, dia menghapus cross ownership alias kepemilikan silang dan manajemen silang (cross management) antara PT Telkom dan PT Indosat di puluhan anak perusahaannya. Lewat kebijakan ini, negara memperoleh pendapatan berupa penjualan silang saham dan pajak revaluasi aset kedua perusahaan senilai Rp 4,2 triliun.
Dan yang tidak kalah pentingnya, kedua perusahaan tersebut jadi bisa bersaing secara sehat. Ujung-ujungnya, konsumen juga diuntungkan.
Tulisan ini akan segera berubah menjadi daftar sukses Rizal Ramli di ranah ekonomi makro dan mikro. Kalau sudah begitu, maka rasanya kok jadi kurang elok, ya. Tapi kalau Anda penasaran, silakan cari infonya.
So, kesimpulan apa yang bisa dipetik dari ‘penugasan’ RR di BNI sebagai Komut? Kalau kita ber-husnudzon alias positive thinking, maka anggap saja pemerintah sedang minta tolong dia merapikan BNI. Dengan begitu, diharapkan BNI bisa terbang lebih tinggi lagi.
Ujung-ujungnya BNI akan mampu memberi kontribusi lebih kepada para stakeholeders-nya, baik pemerintah, pemegang saham, karyawan, dan juga rakyat Indonesia melalui setoran dividen dan pajak-pajaknya ke negara. Begitu, kan?
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
edymulyadilagi@gmail.com