News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Indonesia Butuh "Rapat"

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Pertama menjabat menteri dia melarang PNS rapat di hotel, belakangan PNS dibolehkan rapat di hotel dengan syarat.

Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila

TRIBUNNEWS.COM - Perwajahan sebuah pemerintahan yang panoramik adalah kinclongnya kinerja Kabinet. Jika mengkilap alamat bonus politik hadir berupa dukungan lanjutan dari rakyat untuk mandat berikutnya begitu juga sebaliknya. Kabinet adalah Kumpulan Ahli Bekerja Institusi Negara Eksekutif Terpadu. Rumusan makna terpadu adalah integrasi norma dan nilai yang diwujudkan dalam perumusan kebijakan sang Presiden untuk diejewantahkan para menteri dalam bentuk program kerja di wilayah kementerian masing-masing.
Jika berjalan dalam bentuk hirarkional, tidak dimungkinkan kebijakan seorang menteri bertentangan dengan kebijakan Presiden.
Itulah Fatsun atau aturan main yang berlaku di semua negara. Kelaziman yang umum, untuk Kebijakan Pengambilan Keputusan di dahului sebuah mekanisme yang disebut Rapat atau Rembug Antar Pegawai (personil) Arah Tindakan yang dipimpin seorang pejabat yang berwenang untuk menghasilkan 1 atau beragam keputusan terkait tugas pokok fungsi lembaga atau instansi.

Dalam percakapan di ranah publik, kebijakan Kementrian Menpan dan RB untuk melarang aparatur negara pusat dan daerah melakukan rapat di hotel secara filosofis adalah ikhtiar untuk menciptakan budaya hemat dan efisien dalam penyelenggaraan pemerintahan, sesuatu yang patut diapresiasi karena sesuai dengan suasana kebatinan rakyat untuk gerakan nasional kencangkan ikat pinggang. Secara serentak antara rakyat dan pemerintah dalam satu tarikan napas dan tindakan. Namun perkembangan terakhir muncul penyesuaian kebijakan toleransi rapat di hotel dengan aturan dan syarat tertentu, dengan dalih kearifan mencerna persoalan teknis dilapangan.

Munculnya kebijakan publik yang bermula tegas lalu luwes dan diakhiri tanpa konsistensi, dalam perspektif roal coaster policy sesungguhnya tidak menguntungkan wajah kabinet yang profesional, sesuatu yang dirumuskan untuk kemashalatan dan kepentingan publik dari pojok otoritas eksekutif harus bermakna dan mengkonfirmasikan endurensi atau keberlakuan sebuah kebijakan dalam waktu yang memadai sekaligus juga mencerminkan pertimbangan yang matang dalam kebijakan pengambilan keputusan.

Kaidah responsif terhadap sebuah fenomena publik baik karena kritik, keberatan atau masukan tidak berdiri sendiri dengan norma birokrasi yang juga harus dijaga. Perubahan dan perbaikan memang perlu, namun konsistensi kebijakan sangat penting dihadirkan orkestra kabinet dengan filosofi kerja yang benar dan benar benar kerja. Rakyat banyak tidak banyak tuntutan bahkan sederhana saja, well being yang sepadan dengan kapasitas nya masing masing.

Dalam persfektif mamajemen, situasi ini mengharuskan kehadiran wisdom "bifokalisme" yaitu sebuah kemampuan untuk menyesuaikan dua fokus sekaligus menjadi sesuatu yang stabil.

Ini muncul seiring dengan temuan lensa progressive yang menyediakan lensa jarak jauh dan dekat untuk sebuah kaca mata.

Lensa bifocal ini ditemukan pada tahun 1784 oleh Benyamin Franklin, salah satu "inventor", negarawan dan diplomat terbesar dari Amerika (temuannya antara lain penangkal petir, odometer, dan lampu penerangan jalan umum).

Lensa bifocal ini ditemukan Ben Franklin ketika usianya menginjak tua karena kelelahan yang ia rasakan harus mengganti-ganti kacamata dan kacamata jarak jauh, sehingga ia merancang lensa yang bisa memuat keduanya dalam satu frame. Lahirlah lensa bifocals. David Brooks kolumnis New York Times menyebut "bifocalisme" sebagai kemampuan seseorang untuk melihat situasi yang sama melalui prespektif ganda (multiple perspective).

Bifocalisme memerlukan waktu untuk mempelajari bagaimana kita bergerak dari satu prespektif ke prespektif lain secara mulus (smooth) dan menggabungkannya dalam satu visi yang utuh dan fokus.

Para pengambil kebijakan sepatutnya mengggunakan "bifokalisme" untuk melihat perubahan yang smooth antara jangka pendek dan jangka panjang, mana yang esensi dan urgen harus diubah dan mana yang bisa secara perlahan dilakukan dalam jangka panjang.

Demikian juga ketika kita harus membatalkannya.Bifokalisme dapat membantu memfilter perubahan tersebut secara lebih luwes dan halus. David Brooks menjelaskan para pengambil kebijakan sering tidak mudah melepas interes jangka pendek dan juga bersabar untuk kepentingan jangka panjang. Lebih sulit lagi menyeimbangkan keduanya.

Wisdom bifokalisme memang memerlukan ketajaman berfikir dan ketajaman intuisi dalam memecahkan masalah melalui multi perspektif. Dalam bukunya yang berjudul "Practical Wisdom", Profesor Barry Swatch dan Kenneth Sharpe, menyatakan bahwa ketajaman intuisi dan ketajaman berfikir dapat dimiliki jika seseorang, apalagi pengambil kebijakan, mampu menyeimbangkan "competing demand" (keperluan yang kadang saling bertentangan).

Seorang guru atau dosen misalnya berkeinginan untuk mentransfer ilmu dan ketertarikan untuk belajar kepada muridnya dengan baik, namun pada saat yang bersamaan, dia tidak berdaya menghadapi tantangan memadukan tujuan ini dengan target-target yang harus dicapai, atau metode-metode pengajaran yang dimandatkan oleh kurikulum atau aturan-aturan Garis Besar Pedoman Pengajaran atau kisi kisi.

Disinilah diperlakukannya intervensi "practical wisdom" atau "phronesis" meminjam istilah Aristoteles. "Parctical wisdom" mencoba menggabungkan keinginan (the will) untuk melakukan yang benar dan kemampuan (the skill) untuk menemukan apa yang dimaksud benar tersebut. Sebagaimana kacamata bifocal, "the will" menggambarkan pandangan terhadap jangka panjang, sementara "the skill" menggambarkan pandangan jangka pendek yang memerlukan perhatian segera. Gradasi antara will dan skill yang pas inilah yang menghasilkan wisdom bifocals.

Dengan demikian rumpun atau gugus kebijakan yang diambil dengan gradasi dan practical wisdom yang tepat akan melengkapi kesuksesan implementasi di lapangan. Buat indonesia tercinta tetap butuh Rukun Akur Pemimpin Amanah Teladan atau RAPAT ' 1', Kabinet juga butuh Rujukan Arah Putusan Aplikatif Terukur atau RAPAT ' 2" dan Rakyat juga butuh Rekonsiliasi Aspek Perbedaan Aman Tentram atau ' RAPAT 3' sehingga mengutip kalimat bijak Benyamin Franklin " Untuk memperbaiki kebiasaan buruk dalam suatu negara, sangatlah penting untuk menghilangkan prasangka buruk pada masyarakat, cerahkanlah mereka dengan pengetahuan dab yakinkan bahwa kepentingan mereka akan di perhatikan dan ini bukan pekerjaan satu hari.

Semoga dengan semangat Indonesia Melesat kita berdoa kegiatan rapat rapat semua komponen bangsa selalu bermanfaat. Amin‬

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini