Oleh: Tanzil Asri Badruddin
Peserta Scholarship of Sudests Exchange for Arabic Language Courses Non-degree di Language Center of Kuwait University, melaporkan dari Kuwait.
TRIBUNNEWS.COM - Membayangkan puasa tahun ini rasanya berat sekali, karena Ramadhan tahun ini jatuh pada medio Juni hingga Juli, berarti Kuwait berada pada puncak panasnya. Pada musim panas yang suhunya mencapai 50-55 derajat Celcius, kedahagaan seperti tak tertolongkan, apalagi sengatan matahari dan hawa panasnya yang serasa membakar tubuh kita. Ditambah lagi kami di sini harus berpuasa dari pukul 3 dini hari sampai 6.52 petang, yaitu lebih kurang 16 jam.
Namun, hal itu tidak membuat semangat saya untuk berpuasa dan melakukan shalat Tarawih mengendor karena Imam Syafi’i pernah berkata: Jika kamu ingin menguji keimananmu, maka berpuasalah di musim panas dan bertahajjudlah di musim dingin.
Saya merasakan bahwa hal ini justru menjadi tantangan tersendiri bagaimana memaksimalkan ibadah dengan kondisi yang ada. Keadaan ini mungkin bisa dikatakan masih untung dibandingkan dengan saudara-saudara kita yang tinggal di negara-negara lain yang waktu siangnya lebih panjang dibanding di Kuwait pada musim panas.
Tinggal di Kuwait selama Ramadhan merupakan sebuah keberkahan bagi saya karena bisa menikmati indahnya berpuasa di negara yang sangat panas ini. Selain diberkahi dengan kekayaan emas hitam (minyak) yang melimpah ruah, negara ini tidak membuat masyarakatnya jauh dengan nilai-nilai agama, akan tetapi mereka memegang nilai-nilai religius yang sangat tinggi. Aura religius di bulan Ramadhan sudah mulai terasa di bulan Syakban. Berbagai even terkait bulan Ramadhan seperti forum diskusi, belajar Alquran, bahkan diskon menarik di mal-mal akan terpampang di media-media Kuwait.
Akhir bulan Syakban ditandai dengan guraish yang berarti “dering koin” karena di zaman dulu masyarakat Kuwait akan pergi ke pasar-pasar membeli persiapan puasa dengan menggunakan uang logam, sehingga suara koin berdering di mana-mana.
Negara ini membuat banyak kebijakan terkait Ramadhan, yaitu jam kerja dikurangi menjadi enam jam, dilarang bekerja di bawah terik matahari, tak boleh makan dan minum di depan umum, atau dihukum penjara dan denda 100 KD (sekitar 4 juta rupiah) bagi yang melanggar. Jadi, teman-teman saya nonmuslim yang tinggal di asrama dengan terpaksa harus menahan lapar dan haus karena restoran di asrama, toko-toko, dan semua tempat penjualan di Kuwait ditutup siang hari.
Hal paling menarik saya rasakan adalah waktu sahur dan berbuka di Kuwait justru ditandai dengan bunyi dentuman meriam yang dahsyat, bukan sirine, seperti halnya kita di Banda Aceh.
Selain itu, semua masjid akan memberikan makan gratis bagi siapa pun yang datang berkunjung di waktu ifthar. Tenda-tenda raksasa dengan pendingin ruangan yang dipasang sementara, terletak di sekitar masjid sebagai tempat bagi siapa pun yang ingin berbuka puasa.
Mendekati azan Magrib, mobil truk pengangkut makanan akan berhenti dan menurunkan makanan berbuka. Menu buka puasa biasanya kurma, susu, nasi briyani, dajaj fahm, sayur, jus, dan lauk lainnya. Setiap hari Kamis dan Jumat biasanya saya berbuka puasa di Kedutaan Besar Malaysia. Bagi warga Indonesia di Kuwait setiap Jumat dan Sabtu terdapat acara buka bersama di Masjid Indonesia dan kita akan mendapatkan penganan Indonesia asli di sana.
Saya pun berbuka puas di Masjid Indonesia ataupun di Kedutan Besar Republik Indonesia sekaligus mengisi ceramah Ramadhan. Setelah itu, ketika azan Isya berkumandang, masjid akan segera dipenuhi oleh jamaah untuk menunaikan shalat Isya, Tarawih, dan Witir.
Suasana masjid yang nyaman ditambah bacaan imam khas Timur Tengah menambah kekhusyukan beribadah. Saya dan kawan-kawan dari Indonesia melakukan Safari Ramadhan ke masjid-masjid besar dan biasanya saya shalat Tarawih di Masjid Rasheed yang diimami oleh imam dan hafiz termasyhur, Syeikh Mishari Rasyid Al-Afasy.
Pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, saya biasanya shalat Tarawih di Mesjid Kabir Kuwait yang diimami oleh imam-imam termasyhur seperti Fahad Alkandary, Mishari Rasyid Al-Afasy, Fahad Almuthairi, Ahmad Nafis, dan imam masyhur lainnya.
Di akhir rakaat shalat Witir imam akan membacakan doa qunut yang panjang dan jika kita mengerti dan meresapi doa tersebut kadang membawa rasa haru dan meneteskan air mata.
Kemudian pukul 12 dini hari dilanjutkan dengan shalat tahajud yang diimami oleh imam-imam tersebut sampai waktu sahur bersama tiba.
Selain itu, hal unik di bulan puasa Ramadhan saat musim panas di Kuwait adalah semua pohon kurma akan mulai berbuah dan pada akhir Ramadhan biasanya buah kurma tersebut akan matang di pohonnya. Kita bisa memetiknya langsung dari pohon dan menikmati manisnya ruthob (kurma matang yang belum mengering).
Itulah sekelumit unik dan indahnya suasana berpuasa di negara panas ini, hal yang sangat dirindukan oleh setiap orang yang pernah berpuasa Ramadhan di Kuwait.
* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas bersama foto Anda ke redaksi@serambinews.com