Ditulis oleh : Biro Humas Kemnaker
TRIBUNNERS - Perusahaan-perusahaan industri diminta agar mengoptimalkan upaya-upaya dalam mencegah kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja.
Hal itu dapat diraih dengan meningkatkan aspek pelaksanaan dan pengawasan Keselamatan, dan Kesehatan kerja (K3) di lingkungan kerjanya masing-masing.
Menurut Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kementerian Ketenagakerjaan, Muji Handaya, salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja adalah masih rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan masyarakat.
"Selama ini penerapan K3 seringkali dianggap sebagai cost atau beban biaya, bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Akibatnya terjadi kecelakaan di dunia industri yang tidak sedikit," kata Muji dalam dialog terbatas dengan insan media massa di kantor Kemnaker Jakarta, Jumat (08/01/2015).
Untuk mencegah terulang kejadian serupa, Muji berpendapat perlu peningkatan upaya K3 dalam mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, melalui sosialisasi dan kampanye nasional K3.
Sosialilasi harus dilakukan di kawasan-kawasan industri dan masyarakat.
"Upaya membangun kesadaran akan pentingnya K3 harus terus ditanamkan sejak dini. Para pengusaha, pekerja dan masyarakat umum harus dilibatkan secara terus menerus sehingga keselamatan kerja menjadi hal yang diutamakan," kata Mudji.
Muji mengatakan dari angkatan kerja tahun 2015 sebanyak 121 juta, secara faktual baru mengetahui masalah K3, setelah memasuki dunia kerja.
Pekerja ketika memasuki dunia kerja, dianggap sudah mengetahui dan berperilaku K3.
"Padahal masyarakat kita merupakan angkatan kerja dengan pendidikan rendah. Asumsinya tak punya pengetahuan dan berperilaku K3," katanya.
Ditambahkannya kecelakaan kerja bisa terjadi di kegiatan aktivitas formal dan informal, termasuk ledakan maupun kebakaran.
Dari catatan BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 98-100 ribu kasus setiap tahunnya terjadi di Indonesia dengan jumlah angkatan kerja 121 juta orang.
"Dari 98 ribu ada 2400 tewas, belum termasuk cacat tetap sebanyak 40 persen, cacat anatomis dan cacat fungsi. Namun dibandingkan negara Eropa yang rata-rata 600 ribu, sebenarnya angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong kecil," katanya.