Ditulis oleh : Rumah Pena
TRIBUNNERS - Universitas Tarumanagara (Untar) mengadakan The 3rdInternational Conference on Chinese Indonesian Studies (ICCIS).
Event tersebut merupakan buah dari kerjasama dengan Universitas Indonesia, Universitas Katolik Soegijopranoto, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Kristen Petra, Rikkyo University (Jepang), dan Xiamen University (China).
Kegiatan akan dilaksanakan selama dua hari, 16-17 Maret 2016, dan dibuka Ibu Sinta Nuriyah Wahid.
Konferensi ini merupakan ajang pertukaran pengetahuan dan pemaparan hasil riset khususnya mengenai etnik Tionghoa, serta memberikan gambaran akan kontribusi orang Indonesia-Tionghoa bagi Indonesia dan dunia dari berbagai bidang.
Kegiatan yang kali ini bertema Contribution of Chinese Indonesian to Global Communities in the Past, Present, and Future berlangsung selama dua hari dan diikuti akademisi dan masyarakat yang memiliki ketertarikan dalam kajian Indonesia Tionghoa.
Dalam sambutannya Rektor Untar, Roesdiman Soegiarso mengatakan bahwa banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang telah berjasa untuk kemajuan Bangsa Indonesia.
Walaupun ini hanya merupakan bagian kecil dari perjalanan panjang sejarah bangsa, namun sekecil apapun kontribusi itu, dapat menjadi bagian dari mosaik bangsa yang indah.
Rektor juga mengajak untuk merenungkan bahwa apa yang dikerjakan hari ini akan menjadi sejarah untuk masa yang akan datang. Yang menjadi pertanyaan besar adalah apa yang akan kita tinggalkan untuk generasi penerus kita?
Oleh sebab itu dipilih tema kontribusi warga Indonesia keturunan Tionghoa kepada komunitas global pada masa lalu, kini dan yang akan datang
Bila membicarakan perjuangan hak-hak warga keturunan Tionghoa tentu tak bisa lepas dari jasa Almarhum KH Abdurrahman Wahid.
Pada ICCIS kali ini secara khusus mengundang Ibu Sinta Nuriyah Wahid, istri dari Presiden Indonesia keempat KH Abdurrahman Wahid, yang telah mendampingi Sang tokoh nasional tersebut bersama-sama memperjuangkan hak-hak dan eksistensinya keturunan Tionghoa agar memiliki kesempatan setara dalam membangun Indonesia di berbagai bidang.
Dalam acara pembukaan konferensi, mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah Wahid mengatakan, etnis Tionghoa merupakan bagian integral yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Etnis Tionghoa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangsa ini. Bukti sejarah menyebutkan, etnis tersebut datang ke Nusantara 3.000 tahun yang lalu," ujar Sinta di kampus Untar, Jakarta.
Hubungan etnis tersebut dengan Indonesia yang terdiri dari hubungan diplomatik dan dagang, semakin erat dengan tali perkawinan.
"Bahkan Sunan Gunung Jati merupakan menantu dari Kaisar Hong Hi. Salah seorang kaisar dari Dinasti Ming," lanjutnya.
Pada era Wali Songo, banyak etnis Tionghoa mendapatkan gelar kebangsawanan.
"Kehidupan etnis ini telah melebur sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat, makanya saya menyebut sebagai China Nusantara," lanjutnya.
Ia melanjutkan, konon katanya, Gus Dur merupakan keturunan dari Puteri Campa yang menjadi salah satu selir Raja Majapahit, Brawijaya V.
China Nusantara juga, kata Sinta, juga turut berperan dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, China Nusantara juga hendaknya diberikan hak yang sama dengan etnis lainnya di Tanah Air.
Sementara itu, pembicara pada The 3rd ICCIS adalah Prof Willem van der Molen (KITLV /Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Carribean Studies, Leiden, the Netherlands), Prof.
Shi Xueqin (Research School for Southeast Asian Studies, Xiamen University, China), Prof Dali Santun Naga (Tarumanagara University, Jakarta, Indonesia), Tan Joe Hok (Juara Dunia Bulutangkis), dr. Lie A. Dharmawan, PhD., Sp.B., Sp.BTKV. (Pendiri Rumahsakit Apung), Irwan Hidayat (CEO PT Sido Muncul) dan Anne Avantie. (Inspiring Women Entrepreneur).