News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Kisah Petani Lulusan SD Suburkan Lahan di Pedalaman Kalimantan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cece Saepurramdon

Ditulis oleh : Ridhuan Habibie

TRIBUNNERS - Tak perlu gelar sarjana untuk menjadi orang yang berguna. Inilah yang selalu menjadi pegangan kuat Kang Cece dalam berkarya membangun desa.

Lelaki bernama lengkap Cece Saepurramdon asal Sukabumi ini sudah bergabung menjadi Dasamas (Dai Sahabat Masyarakat) dalam program Indonesia Gemilang besutan LAZ Al Azhar Peduli Ummat sejak tahun 2014 lalu.

Sejak kecil Cece memang sudah berkecimpung di dunia pertanian. Lelaki murah senyum yang hanya lulus SD ini belajar ilmu pertanian dari orang tuanya dan otodidak.

Ia juga tak jarang melakukan eksperimen-eksperimen dalam bercocok tanam agar bisa mendapatkan hasil panen yang memuaskan.

Perjalanan hidupnya kemudian mempertemukannya dengan Al Azhar Peduli Ummat 2 tahun silam.

Ia mendapat amanah sebagai pendamping masyarakat dalam bidang pertanian di Desa Tanjung Hanau, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

Desa Tanjung Hanau adalah desa yang sangat terpencil. Untuk menuju ke desa ini hanya bisa ditempuh dengan memakai klotok, perahu kecil dengan berbahan bakar solar.

120 Kk warga tinggal di bibir sungai Seruyan dan menggantungkan kebutuhan dasarnya pada sungai, hutan dan perkebunan sawit.

Masakan favorit ibu rumah tangga di desa ini berbagai jenis menu yang bersumber dari ikan sungai yang masih banyak melimpah. Bahkan tempe bagi mereka adalah makanan mewah yang jarang dapat dinikmati.

Petani di desa ini juga tidak paham cara bertani meski lahan melimpah.

Alhasil, sayur mayur di desa ini masih sangat terbatas. Jika ingin memasak sayur mereka harus menunggu kelotok penjual sayur dari Sampit yang datangnya seminggu sekali. Jika klotok penjual sayuran tidak melewati desa, maka mereka urung memasak sayuran.

Melihat kondisi tersebut Kang Cece tidak langsung menggurui para petani disana.

“Pertama saya bikin demplot pertanian sendiri. Saya percaya kalau nanti hasilnya bagus banyak warga yang datang dan bertanya bagaimana caranya. Nah dari situ baru saya ajarkan mereka agar kedepannya mereka terapkan di lahan masing-masing,” tutur Cece saat menceritakan pengalamannya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini