News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Anarulita: Tunjangan Hakim Sudah Cukup besar Masih Kurangkah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tersangka operasi tangkap tangan (OTT) KPK kasus suap hakim pengadilan tipikor Bengkulu, Janner Purba (JP) digiring saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016). KPK memeriksa keenam tersangka OTT KPK terhadap kasus suap kepada hakim pengadilan tipikor Bengkulu yang juga menjabat Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, berinisial JP. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Ditulis oleh : Fraksi Nasdem

TRIBUNNERS - Tertangkapnya Janner Purba, Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Senin (23/5/2016) kemarin melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK, menambah deretan kasus mafia peradilan di negeri ini.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi III Fraksi Partai NasDem, Anarulita Muchtar menyatakan keprihatianannya. Hakim yang seharusnya jadi pemberi keadilan malah terjerumus dalam praktik yang menyimpang.

"Sungguh sangat kaget dan prihatin. Apalagi ini terjadi di Bengkulu. Karena dengan kasus ini, semakin dibuat tercoreng lembaga peradilan kita. Agak aneh, hakim Tipikor malah tertangkap karena diduga melakukan korupsi (suap) dalam perkara kasus korupsi yang sedang ditangani," katanya saat ditemui di ruang kerjanya di Kompleks Senayan, Rabu (25/5/2016).

Oleh karenanya, sangat diperlukan peran pengawasan secara intens dan ketat dari MA dan KY.

"Keduanya harus awasi para hakim dari tingkat tinggi hingga bawah. Telusuri dan selidiki oknum hakim-hakim nakal," tegas legislator asal Bengkulu ini.

Menurut Ana, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan mafia peradilan leluasa memainkan sebuah keputusan perkara.

Pertama, nuraninya yang lemah yang menyebabkan tergadainya moral sehingga bisa dengan mudah disuap.

"Bukankah secara tunjangan hakim sudah cukup besar. Memang masih kurangkah," katanya.

Yang kedua, masih lemahnya sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Kenyataan ini telah memberi celah bagi munculnya mafia peradilan. 

"Celah inilah yang mereka gunakan untuk melakukan negosiasi atau kongkalikong kepada personal hakim tertentu untuk mengurangi vonis atau membebaskan terhukum dari jeratan hukum," katanya.

Melihat maraknya praktik mafia peradilan semacam ini, Ana mengusulkan perlunya peningkatan kualitas hukuman terhadap para hakim yang terbukti berpraktik kotor. "Hukumannya harus lebih berat. Hakim kok dia! Secara moral harus lebih berat hukumannya," tegasnya mengakhiri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini