Sebelumnya, berdasarkan data terakhir dari aliansi 12.000 pendamping desa yang tergabung dalam Barisan Nasional Pendamping Desa (BNPD), telah ada 16 pemerintah provinsi yang bersurat ke presiden terkait dengan kisruh pendamping desa.
Ke 16 provinsi itu antara lain provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Sumatra Barat, Lampung, Jambi, Aceh, Riau, Banten, Maluku, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Jatim, Kalimantan Barat dan Sumatra Barat.
Selain Tim Sekretarian Negara, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebelumnya juga telah memanggil Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Marwan Jafar.
Panggilan itu dilaksanakan sebagai tindaklanjut atas banyaknya laporan masyarakat mengenai carut marut penerimaan pendamping desa yang dilaksanakan pada tahun 2015 kemarin.
Marwan dipanggil pihak ORI setelah upaya meminta klarifikasi dan penjelasan dari Bapemas Provinsi dan perwakilan Kemendes dianggap belum membuahkan hasil.
Sayangnya Kemendes tidak cukup peka dengan aspirasi yang berkembang. Melalui surat tertanggal 3 Mei 2016, Kemendes justru membuka pendaftaran pendamping desa 2016 secara terpusat tanpa melibatkan provinsi selaku satker dekonsentrasi.
Bahkan pengumuman seleksi pendamping desa dimedia cetak masing-masing provinsi dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Kemendes.
Sebagai program dekonsentrasi, Kemendes dianggap telah melampaui kewenangannya dengan merampas hak-hak Satker Provinsi sebagai pelaksana dekon.