PENGIRIM: HUMANIKA (Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan)
TRIBUNNERS - Ada yang terlewatkan dari perhatian aparat keamanan dalam persiapan pengamanan menghadapi perayaan hari raya Idul Fitri 2016/1437 H.
Ternyata ancaman gangguan intoleransi tidak menjadi salah satu fokus perhatian aparat.
Dalam sambutannya pada saat memimpin apel gelar pasukan operasi Ramadniya 2016 yang digelar di Lapangan Ditlantas Polda Metro Jaya, Kamis (30/6/2016), Kapolri Badrodin Haiti sama sekali tidak menyinggung masalah ancaman yang berbau intoleransi.
Padahal setahun yang lalu, terjadi insiden Tolikara, dimana pelaksanaan salat Idul Fitri di Tolikara Papua dibubarkan oleh penganut agama tertentu.
Bahkan masjid tempat pelaksanaan Salat Idul Fitri dibakar massa.
Peristiwa tersebut bisa terjadi karena aparat gagal melakukan antisipasi.
Oleh karena itu, diharapkan insiden Tolikara dapat dijadikan pelajaran penting agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Aparat keamanan sudah seharusnya memasukkan ancaman intoleransi sebagai salah satu prioritas pengamanan.
Ketiadaan penyebutan ancaman intoleransi dalam sambutan Kapolri mudah-mudahan hanyalah kealpaan redaksi semata.
Bukan merupakan kesengajaan untuk melupakan kasus tersebut.
Presiden Jokowi juga harus memberi perhatian terhadap adanya gangguan yang berbau intoleransi.
Karena hanya di era Jokowi lah telah terjadi peristiwa pembubaran Salat Idul Fitri yang diikuti pembakaran masjid.
Kasus tersebut selamanya akan tercetak sebagai noda hitam dalam sejarah kepemimpinan Jokowi.
Oleh karena itu presiden Jokowi harus menginstruksikan kepada aparat terkait untuk memberikan perhatian khusus terhadap adanya potensi gangguan intoleransi.
Kalau perlu Presiden Jokowi melaksanakan Salat Idul Fitri di daerah yang dianggap rawan terjadinya gangguan intoleransi.