Ditulis oleh : Kristiyono, Warga Kemanggisan Ilir
TRIBUNNERS - Nasib reklamasi kawasan Teluk Jakarta semakin tidak jelas pascapolemik moratorium yang dikeluarkan oleh pemerintah, dan dilanjutkan dengan keputusan dari Menko Kemaritiman yang mengumumkan agar menghentikan pembangunan salah satu pulau dari 17 pulau yang akan direklamasi.
Pernyataan ini tentu memiliki dampak pada pembangunan sekaligus pada kepercayaan investor. Pemerintah memang memiliki kebijakan, namun keputusan yang gegabah dan cenderung dipaksakan memiliki dampak yang tidak baik bagi perekonomian kita.
Terang saja para investor akan bertanya-tanya bagaimana nasib investasi yang telah dikeluarkan kemudian dihentikan secara tiba-tiba.
Padahal, pengembang tidak ilegal dalam melakukan pekerjaan ini. Mereka telah mengantongi izin dari Pemprov DKI untuk mengerjakan reklamasi tersebut.
Berbagai aturan main sudah dipenuhi oleh pengembang kepada Pemprov DKI dalam memenuhi aturan yaang sangat ketat dalam mengerjakan reklamasi ini.
Tahapan-tahapan yang telah diikuti oleh pengembang merupakan bentuk kepatuhan yang mereka tunjukkan agar untuk mengerjakan pulau tersebut.
Dalam kondisi seperti ini, seharusnya Presiden Joko Widodo harus turun tangan dalam dalam menyelesaikan permasalahaan reklamasi.
Sebelum menjadi Presiden, Jokowi saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI tentunya sangat memahami permasalahan.
Karena reklamasi ini bukan ide yang baru muncul saat ini saja, namun ia sudah dirancang sejak lama. Itu dapat terlihat dari keluarnya Kepres 52 Tahun 1995 terkait wewenang penyelenggara reklamasi.
Selain itu, sebagai kepala negara, Jokowi juga dapat melihat dampak lebih luas dari keputusan yang cenderung mendzolimi investor ini.
Jokowi yang selama ini bekerja keras untuk meyakinkan investor agar berkenan berinvestasi di Indonesia.
Dengan keputusan yang dikeluarkan oleh oleh Menko Kemaritiman, jelas ini akan menjadi pertimbangan bagi calon investor, karena mereka dapat saja didzolimi suatu saat nanti.
Untuk itu Presiden diminta secepatnya mengambil tindakan jangan sampai keputusan ini merusak iklim investasi Indonesia, dan jangan sampai pula pemerintah dianggap zolim pada warganya sendiri yang telah ikut membangun bangsa.
Ke depan sebaiknya pemerintah dapat lebih hati-hati sebelum mengambil keputusan, jangan terkesan buru-buru, dan menjadikan reaksi masyarakat sebagai pegangan kuat.
Jika setiap pembangunan terus mendapat penolakan, lantas kapan kita dapat membangun kota yang lebih baik.
Sepertinya Presiden juga dianggap perlu untuk meresufle kabinet untuk menertibkan menteri-menteri yang overacting.