TRIBUNNERS - Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Dr. Ir. Muhammad Jafar Hafsah menegaskan, dibutuhkan beberapa terobosan khusus dalam mengatasi persoalan waktu pemberangkatan jemaah haji Indonesia yang tak pernah bisa dipastikan secara cepat.
Demikian dikatakan Jafar, menanggapi kasus tertangkapnya 185 Jemaah Haji asal Indonesia di Filipina beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, data terakhir yang dirilis oleh Polri, sebanyak 185 calon jemaah haji Indonesia ditangkap di Bandar Udara Internasional Ninoy Aquino Jumat (19 Agustus 2016) setelah ketahuan menggunakan paspor Filipina.
Awalnya terungkapnya adalah saat petugas setempat mencurigai mereka karena tidak bisa berbahasa Tagalog atau bahasa setempat dan hanya berbicara dalam bahasa Inggris.
“Peristiwa ini memilukan hati seluruh eleman bangsa dan negara, hal ini terjadi karena penyelenggaraan haji masih belum ditanggapi dengan baik, manajemen belum berjalan lancar, pengawasan serta evaluasi jemaah haji masih lemah," jelas Jafar Hafsah
Menurutnya, Indonesia sebagai Negara yang penduduk beragama Islam terbesar di dunia, maka permintaan akan haji otomatis cukup besar pula, sedangkan ketersediaan kuota haji yang dapat di berangkatkan setiap tahun relative kecil.
Apalagi menurut Jafar, setelah terjadi pembangunan Masjidil Haram, kuota lebih diperkecil lagi, sehingga pemberangkatan haji semakin sedikit.
Jemaah yang diberangkatkan berhaji semula indent 10 tahun, berangsur-angsur menunggu hingga 20 tahun, malah ada daerah indent hingga 30 tahun baru bisa berangkat, jelasnya.
“Keinginan yang tinggi, disertai ketersediaan dana yang cukup untuk berhaji akan tetapi terkendala masalah kuota, dan kalaupun berangkat nantinya sudah tua, atau mungkin sudah meninggal baru mendapatkan jatah berhaji,” ungkap Jafar.
Oleh karena itu munculah kreatifitas bagaimana bisa memotong siklus agar tidak perlu berlama-lama antri untuk bisa berhaji antara lain, mengurus visa dengan undangan, menurutnya ada jatah kuota undangan dari pemerintah Raja Saudi Arabia, atau menggunakan jatah orang meninggal yang otomatis tidak bisa berangkat, serta cara terakhir biasanya adalah menggunakan visa Negara lain.
Karena itu dirinya meminta, agar peristiwa ini harus ditangani dengan cepat dan cermat, jemaah yang menjadi korban segera diterbangkan kembali ke tanah air.
Selain itu juga, pengelola haji harus menginventarisasi agen/travel haji, mengenai bagaimana keabsahan kelembagaanya, infrastrukturnya, bagaimana mekanisme kerja mereka, terangnya.
“Para agen/travel haji haruslah didampingi, dimonitor, diawasi, dan dievaluasi. Agen/travel yang melanggar harus didiskualifikasi,” ujar Jafar.
Ia juga menekankan, Pemerintah seyogyanya berusaha agar Kuota haji Indonesia ditambah melihat Indonesia merupakan Negara muslim terbesar di dunia.
Tidak hanya itu, menurutnya warga Indonesia yang menyelenggarakan ibadah haji terkenal tertib, patuh, dan sangat jarang menimbulkan permasalahan saat ibadah haji berlangsung.
PENGIRIM: ICMI