Oleh politikus Partai Golkar, Tantowi Yahya
TRIBUNNEWS.COM, Kemenangan Donald Trump, mengejutkan banyak pihak. Tapi tidak bagi sekelompok pengamat, termasuk saya yang mengikuti proses pilpres AS dari awal hingga hari pencoblosan secara netral (tidak memihak ke siapapun).
Bagi saya, baik Trump maupun Clinton mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam konteks hubungan bilateral dengan Indonesia.Pengamatan saya, kemenangan Trump disebabkan oleh dua hal.
Pertama kehandalannya dalam memelihara basis suara di red states yang secara tradisional adalah pendukung Partai Republik.
Di sisi lain, Hillary gagal menjaga dukungan buatnya dari basis-basi Demokrat selama ini. Ironisnya, di kampung halamannyapun, Arkansas Hillary kalah.
Barangkali karena kurangnya waktu atau strategi yang tidak tepat, Hillary tidak sempat berkunjung ke negara-negara bagian utama yang menjadi basis dukungannya, (Partai Demokrat) selama ini.
Dan ternyata dia memang kalah disana.Kedua, masyarakat dunia saat ini menginginkan perubahan. Mereka menggandrungi pemimpin yang tidak mainstream. Polished politicians menyingkir dulu deh.
Trump itu mulutnya jorok. Dia menistakan lawan-lawannya di depan publik. Dia menyerang kelompok etnis dan kepercayaan tertentu, tapi toh rakyat Amerika tetap memilihnya.
Artinya rakyat lebih percaya content daripada delivery nya. Itulah mengapa tokoh-tokoh seperti Trump, Duterte dan Ahok naik daun. Namun pada perspektif lain, ada juga hal-hal yang patut kita catat dan renungkan.
Bagaimana mungkin seorang calon yang diyakini betul akan menang, pada kenyataannya kalah menyakitkan?
Inilah politik. Inilah istilah yang sering digunakan pengamat yang menempatkan seolah politik adalah sesuatu yang gaib dan misterius.
Padahal politik sesungguhnya bisa dirasionalisasikan. Dalam pengamatan saya, Hillary dan timnya terlalu terlena dengan statusnya sebagai incumbent dan terbuai oleh berbagai hasil survei yang selama ini mengunggulkannya.
Kita tidak memperdebatkan lembaga survei karena mekasnime dan sistem yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga survei kredibel. Pastilah bisa dipertanggung jawabkan secara akademik.
Perdebatan kita bukan disana. Saya hanya menyoroti satu hal yang menurut saya tidak terekam dengan baik oleh lembaga-lembaga survei. Yaitu, suasana kebatinan di masyarakat.