PRESIDEN Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kapolres Manggarai AKBP Marselinus Sarimin Karong, patut diberikan penghargaan setinggi-tingginya, karena telah memulai sebuah tradisi baru berupa memadukan busana tradisional ke dalam panggung upacara kenegaraan yang selama ini dimonopoli oleh busana formil nasional yang monoton.
Penggunaan busana tradisional dalam upacara resmi kenegaraan, yang diselenggarakan oleh Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong, di Dusun Wae Rebo, tanggal 11 Agustus yang lalu, patut diapresiasi karena berani melakukan inovasi memadukan aspek tradisional dan purbakala dengan uniform Kepolisian dalam semangat mewujudkan amanat konstitusi pasal 18B ayat (2), 28C ayat (1), 28i ayat (3), pasal 31 ayat (5) dan pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 ke dalam praktik bernegara secara riil.
Ketiga tokoh perpaduan antara tokoh nasional dan satu tokoh lokal di Kabupaten terpencil di Flores, memiliki semangat dan sikap yang sama yaitu semangat Nawacita dalam menyongsong perayaan hari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 2017.
Dari sinilah semangat melindungi, merawat dan menjunjung tinggi nilai kearifan lokal dan tradisi masyarakat ditumbuhkan pada tempat dan waktu yang tepat, karena menjadikan busana tradisional "Towe Songke" dan "Sarung Baju Bugis" menjadi sesuatu yang prestisius karena dikenakan oleh orang nomor 1 pada tempatnya masing-masing dalam upacara kenegaraan peringatan proklamasi 17 Agustus.
Jika pada tanggal 16 Agustus 2017 kemarin Presiden Jokowi mengenakan baju adat Bugis dan Wakil Presiden Jususf Kalla mengenakan baju adat Jawa hadir di Gedung DPR RI dalam pidato RAPBN sebagai sebuah konvensi ketatanegaraan, maka pada tanggal 11 Agustus 2017 yang lalu di Dusun Wae Rebo, Kapolres Manggarai AKBP Mareslis Sarimin Karong selaku inspektur upacara bersama 5 (lima) pleton anggota Polres Manggarai-pun tidak mau kalah mengenakan "Towe Songke", mengibarkan bendera merah putih dalam rangka peringatan hari kemerdekaan RI 17 Agustus.
Kita patut mengapresiasi sikap kepedulian yang ditunjukan oleh kedua pimpinan negara (Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla) dan seorang tokoh pemimpin lokal AKBP Marselinus Sarimin Karong sebagai Kapolres Manggarai karena pada momentum peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus, menghadirkan sesuatu yang lain dan bermakna kenusantaraan, mewujudkan rasa tanggung jawab sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya tinggi dengan segala aneka ragam tradisi masyarakat dan kearifan lokal sebagai peradaban yang harus dijaga, dirawat, dilindungi dan dihormati sesuai dengan semangat yang terkandung di dalam pasal 18B ayat (2), pasal 28C ayat (1), pasal 28i ayat (3), pasal 31 ayat (5) dan pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.
Semangat dan kepedulian terhadap kearifan lokal yang ditunjukkan pada waktu dan tempat yang tepat adalah merupakan perwujudan sikap pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, hak mengembangkan dan menjunjung tinggi nilai agama, seni dan budaya serta bahasa daerah sebagai kebudayaan nasional, yang selama orde baru dan selama orde reformasi 21 tahun terpinggirkan dan nyaris punah.
Padahal sejak reformasi yang diawali dengan amandemen UUD 1945, persoalan budaya yang heterogen sudah mendapat perhatian dan jaminan yang proporsional dalam UUD 1945 hasil amandemen.
Pertanyaannya, mengapa negara abai dalam implementasi, mengapa negara sangat minim memberikan perhatian terhadap hak-hak tradisional dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, padahal jaminan dan janji secara konstitusional dalam teks UUD 1945, sungguh luar biasa.
Apalagi menjadi kewajiban negara, tetapi kehendak untuk mengimplementasikan sangat minim apalagi membiayai di tengah tradisi masyarakat dan kearifan lokal semakin tergerus oleh arus globalisasi yang ditunjang oleh teknologi informasi yang semakin canggih dan secara bertahap memakan korbannya yaitu budaya lokal semakin terpinggirkan dan nyaris tenggelam.
Oleh karena itu pemakaian busana tradisional dalam praktik kenegaraan sebagaimana telah ditunjukkan oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam upacara pidato kenegaraan 16 Agustus dan semangat Kapolres Manggarai dengan kewenangan diskresinya memadukan kearifan lokal dan Dusun Wae Rebo--tempat purbakala yang menarik perhatian wisatawan dunia dalam even kenegraan--harus dipandang sebagai momentum bangkit dan hidup kembalinya tradisi masyarakat dan kearifan lokal ke dalam kehidupan nyata sehari-hari di semua strata sosial.
Demi mewujudkan janji-janji dan jaminan konstitusi terhadap budaya, tradisi masyarakat adat, karifan lokal, bahasa dan agama sebagai kekayaan budaya bangsa yang harus dipertahankan, dihormati dan dijunjung tinggi.
Apa yang telah dimulai oleh Kapolres Manggarai AKBP Marselinus Sarimin Karong dan 5 (lima) pleton anggota Kepolisian Polres Manggarai mengenakan busana "Towe Songke" khas Manggarai saat upacara pengibaran bendera merah putih di Dusun Wae Rebo tanggal 11 Agustus 2017 dengan apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi mengenakan busana khas tradisi Bugis dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memakai busana adat Jawa, saat pidato pengantar RAPBN pada tanggal 16 Agustus di Gedung DPR RI.
Bahkan hari ini di Istana Negara sebagian tamu pejabat tinggi negara dan mantan Presisen semua berbusana adat, sangat kompatibel dengan praktek "konvensi ketatanegaraan" karena untuk pertama kalinya dalam upacara resmi kenegaraan bersifat nasional, Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kapolres Manggarai AKBP Maerselinus Sarimin Karong dalam acara lokal dan nasional justru menghadirkan sesuatu yang lain yang monumental dan sangat membanggakan karena busana tradisional sebagai ciri khas budaya masyarakat desa masuk ke dalam panggung lokal dan nasional acara kenegaraan.
Kita berharap kiranya apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla dan Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong tetap dalam semangat dan itikad baik untuk mewujudkan penghormatan dan penghayatan terhadap keluhuran nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tradisional yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan ribu suku dengan adat dan tradisi yang beragam, menjadi momentum untuk menaikkan nilai patriotisme, menaikkan harkat dan martabat karya seni budaya anak bangsa yang secara konsisten dijaga dan dipelihara oleh masyarakat adat di desa terpencil, seperti yang dilakukan oleh AKBP Marselinus Sarimin Karong dkk.
Saatnya menjadikan ornamen kearifan lokal masuk dalam tradisi baru ketatanegaraan kita guna memperkaya konvensi ketatanegaraan kita seperti halnya dalam setiap tanggal 16 Agustus Presiden menyampaikan pidato RAPBN dan/atau pada upacara pengibaran sang saka merah putih tanggal 17 Agustus 2017 di Istana Negara dimana Presiden Jokowi, Wakil Presisen Jusuf Kalla dan sejumlah pejabat negara mengenakan pakaian adat daerah asalnya dan/atau di Flores Kapolres Manggarai dengan jajarannya 5 pleton di Dusun Wae Rebo mengenakan sarung tenun "Towe Songke" berpadu membalut sebagian busana seragam dinas Kepolisian RI menjadi sebuah atraksi kenusantaraan.
Penulis: Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat Peradi