News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Korupsi KTP Elektronik

Tiga Nama Penting yang Mendadak Hilang dalam Dakwaan Setya Novanto, Kenapa?

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tersangka korupsi KTP elektronik, Setya Novanto menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12/2017). Sidang diskors majelis hakim untuk pemeriksaan kesehatan Setya Novanto. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNERS - Proyek e-KTP pendanaannya besar dan multiyears, dirumuskan oleh Kemendagri (Gamawan Fuazi) dan dikonsultasikan dengan Presiden (SBY).

Nalar sadar saya, tidak mungkin keduanya tidak mengetahui proyek tersebut.

Setya Novanto (SN) sangat berperan penting dalam kasus sesuai dengan kesaksian dan fakta persidangan para terdakwa sebelumnya yaitu Irman, Sugiharto dan Andi Narogong.

Jadi, pernyataan pengacara SN, M. Maqdir Ismail (16/12/2017) dalam acara diskusi Polemik Sindo Trijaya, bahwa SN tidak mengetahui masalah e-KTP tidak dapat diterima nalar sadar publik.

SN dapat dipastikan tahu siapa saja yang menerima uang korupsi jumbo tersebut, tapi pasti ada resikonya sesuai pendapat waketum Gerindra, Ferry Julianto, yaitu mati.

Dalam hal itu, keterangan mantan Presiden SBY perlu didengar oleh KPK.

Yang menarik ditelisik adalah kenapa 3 nama dari PDIP tiba-tiba hilang dalam dakwaan SN?

Nama itu adalah Yasona Laoly (Menkumham), Ganjar (Gubernur Jateng) dan Olly (Gubernur Sulut) sementara selama ini, ketiga nama diatas dalam dakwaan JPU terhadap ketiga tersangka sebelumnya selalu ada.

KPK telah mengabaikan penghilangan nama-nama tersebut dan menganggap hal biasa dalam dakwaan karena tersangkanya pun berbeda lalu menegaskan lebih baik pengacara SN fokus pada pembelaan SN saja.

Argumen KPK tidak pas dan memang terkesan melindungi ketiga nama di atas.

Dalam penyusunan dakwaan, konsistensi rangkaian peristiwa hukum dan nama-nama terduga pelaku harus tergambar dengan jelas sehingga delik pidananya menjadi jelas, pengenaan pasalnya tepat dan keterlibatan masing-masing pihak akan terurai secara nyata, apakah sebagai inisiator, pelaksana, ikut serta atau peran apa yang dimainkan sehingga suatu peristiwa pidana korupsi terjadi.

Menghilangkan nama Yasona, Ganjar dan Olly berakibat rangkaian peristiwa pidana korupsi e-KTP menjadi kehilangan beberapa bagian suatu peristiwa pidana itu terjadi berakibat rangkaiannya tidak sempurna, mengurangi pelaku dan keiukut sertaan seseorang yang diduga turut serta dalam suatu tindak kejahatan korupsi.

KPK bukan saja tidak konsisten, tapi juga memberi kesan diskriminatif dalam penegakan hukum. Persepsi publik bahwa KPK diskrimantif dalam pemberantasan korupsi menjadi terjawab dan juga perlakuan tidak adil terhadap tersangka, terdakwa dan terpidana.

Proses, mekanisme dan cara penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi seperti ini yang selama ini disuarakan oleh publik baik dikalangan pengamat, akademisi, penggiat antikorupsi, advokat dan para politisi di Senayan.

Saya tegaskan, pemberantasan korupsi dengan cara diskriminatif, tidak adil dan tebang pilih sama jahatnya dengan tindakan korupsi itu sendiri.

Syamsuddin Radjab
(Mantan Ketua PBHI dan Direktur Jenggala Center)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini