Pengelolaan program, standar program siaran dan perilaku penyiaran tidak sesuai dengan kepribadian dan jatidiri bangsa.
Kebijakan pemilik lembaga penyiaran swasta (khususnya televisi hiburan) semakin liberal, memihak pasar yang dikuasai para kapitalis.
Penulis tidak merasa elergi terhadap kapitalis tetapi meyakini bahwa kapitalis yang tidak sesuai dengan jatidiri bangsa (Pancasila) akan menyengsarakan rakyat.
Sekelumit kecil pointers liberalnya program siaran televisi hiburan sebagai virus budaya :
1. Sinetron, semakin banyaknya episode (ratusan ) semakin rendah kualitas skrep dan skenario film sinetron. Karena tuntutan provide maka produser bisa sesuka hatinya untuk memaksakan pengembangan humlah episode. Naskah skenario tidak dipelajari oleh pemain dalam satu paket judul film. Skenario film sinetron tidak terikat oleh tema dan muatan, melainkan tersandra oleh kepentingan bisnis.
2. Penataan rundown program siaran yang tidak patut. Ada dua, bahkan lebih bentuk program sejenis (talk show) disiarkan secara berurutan. Dapat dipastikan mengingkari misi-visi, program serta AD/ART yang dibuat oleh Lembaga Penyiaran ketika mengajukan perijinan. Program siaran dapat berubah secara berkala namun etika dan standar siaran sebuah keniscayaan yang harus dipenuhi.
3. Program serial sinetron import (Mahabarata) yang ditayangkan salah satu station televisi swasta muatannya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, yaitu poliandri. Bangsa kita hanya mengenal poligami, bukan poliandri. Dalam serial itu juga dipaparkan seolah-olah bahwa dewa sebagai penguasa jagad raya (Tuhan), padahal menurut Sunan Kalijaga, dewa dikiaskan sebagai seorang pemimpin (sang pamong).
4. Program news and talk yang tidak independen.
5. Rekruitmen kerabat kerja tidak berdasarkan kopetensi tetapi pendidikan.
Pertanyaannya sekarang apakah virus-virus politik dan budaya dapat dikendalikan atau diobati?
1. Aplikasi anti virus pertama sesuai tujuan instruksional umum ada di tangan pemerintah yaitu Revolusi Mental kembali ke Pancasila Rumah Kita.
Sayangnya pemerintah dalam hal ini masih berkutat sekitar stakeholdernya. Bangsa kita adalah bangsa yang beragama, meyakini bahwa setiap penyakit tentu ada obatnya. Demikian pula penyakit efek buruk globalisasi, asalkan anak bangsa di negeri tercinta ini memiliki karakter yang kuat untuk melawan virus-virus itu dan mampu menghentikan segala ancaman dan hambatan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Aplikasi anti virus kedua (sesuai tujuan instruksional khusus) ada di tangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Berdasarkan Undang-undang nomor 32 Tahun 2002 diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas-tugas secara atributif yaitu menetapkan standar program siaran, menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran, mengawasi program dan perilaku penyiaran, memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran.
KPI juga memiliki kewenangan untuk meninjau kembali perijinan sebuah station televisi swasta. UU no 2 Tahun 2002 pasal 31 ayat 3 dinyatakan bahwa lembaga penyiaran swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas, sedangkan lembaga penyiaran yang menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah NKRI hanyalah lembaga penyiaran publik, TVRI dan RRI (Pasal 31 ayat 2 UU no 32 Tahun 2002).