News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Sulsel Posisi 6 Angka Buta Aksara Nasional Tertinggi

Penulis: Masykur
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak-anak warga kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, membaca buku dari perpustakaan keliling, Senin (27/5/2013). Dua buah perpustakaan keliling yang menggunakan sepeda motor hari ini disumbangkan untuk warga Penjaringan dari perusahaan Tokio Marine Grup. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan data yang telah dipaparkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bahwa terdapat 11 provinsi yang masih memiliki angka buta huruf atau buta aksara di atas angka Nasional.

Sulawesi Selatan sendiri menduduki posisi keenam dari kesebelas provinsi tersebut dengan persentase sebesar 4,49 persen. Adapun provinsi lain yang termasuk dalam sebelas besar tersebut yakni Papua (28,75 persen), NTB (7,91 persen), NTT (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen).

Dari kesebelasan tersebut terdapat 3 Provinsi yang berasal dari pulau Sulawesi yakni Sulawesi Barat menduduki posisi pertama pemilik angka buta huruf di atas angka nasional yang kemudian disusul oleh Sulawesi Selatan dan yang terakhir adalah Sulawesi Tenggara.

Hampir seluruh kabupaten kota yang ada di Sulawesi Selatan masyarakatnya banyak yang buta aksara. Tahun 2016, terdapat 16 kabupaten kota yang berhasil meningkatkan angka melek atau paham aksara mencapai angka di atas 95 persen. 16 kabupaten tersebut diantanya adalah Kabupaten Barru, Parepare, Pinrang, Palopo, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, Sidrap, Soppeng, Wajo, Bone, Bulukumba, dan Makassar.

Walaupun mengalami peningkatan tetapi sampai sekarang masalah tersebut belum saja tertangani dengan tuntas.

Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat menuturkan bahwa kemiskinan menjadi akar masalah penderita buta aksara selain dari kondisi geografis dan kearifan lokal. Banyak orang tua di kampung-kampung berpandangan bahwa lebih berfaedah dan menguntungkan jika anak membantu orang tuanya saja pergi bekerja daripada menyuruh anaknya ke sekolah.

Faktor utama penyebab buta aksara masih bertahan memang dari segi perekonomian tetapi faktor tersebut tidak dapat dijadikan alasan yang mendasar.

Pendidikan di Sulsel bahkan di berbagai daerah di Indonesia tidak dipungut biaya lagi yang diutamakan bagi anak-anak yang tidak atau kurang mampu dalam segi perekonomian.

Masalah yang timbul selain dari segi perekonomian yaitu bedanya persepsi masyarakat, kurang tepatnya peran pemerintah dan kurangnya kompetensi guru sehingga tidak cukup dengan sekolah gratis yang menjadi solusi.

Masyarakat yang tinggal di daerah kampung tidak tahu menahu terkait sekolah gratis karena kurangnya sosialisasi dan mereka lebih mengutamakan pekerjaan tetap mereka yang lebih menjanjikan.

Sekolah gratis pun tidak menjanjikan angka buta aksara turun jika pemerintah yang membangun sekolah tidak memperhatikan kompetensi dari tenaga pendidik yang nantinya akan menjamin progres murid-murid kedepannya agar lebih jelas dan menjanjikan.

Harris Iskandar selaku Dirjen PAUD dan Dikmas memaparkan bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah merumuskan upaya penuntasan buta aksara dengan memprioritaskan pada tiga tempat yaitu pertama, pada daerah-daerah ”merah” (kabupaten/kota yang persentase buta aksara di atas 4%); kedua, komunitas adat terpencil/khusus; dan ketiga, daerah tertinggal, terdepan dan terluar (daerah 3T).

Pemerintah telah membuat suatu program dimana dalam proses belajar mengajar akan dimasukkan unsur-unsur kearifan lokal sehingga para siswa dari daerah yang kental dengan adatnya mampu bersekolah dengan nyaman.

Harris Iskandar juga menuturkan beberapa upaya yang dapat membantu untuk menangani masalah buta aksara yakni dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi tutor pendidikan keaksaraan, mendiversifikasikan layanan program, dan memangkas birokrasi layanan program melalui aplikasi daring sibopaksara.

Hal tersebut menjadi suatu kampanye kepada jajaran Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia untuk memotivasi percepatan penurunan angka buta aksara.

Aksara menjadi hal yang penting untuk diketahui oleh setiap orang demi kelancaran sosialisasi dan komunikasi dalam masyarakat, mengenal budaya, teknologi dan juga menjaga kekeluargaan. Harapannya angka buta aksara akan turun dengan mendukung program yang telah diusung pemerintah dan merealisasikan program tersebut serta ikut berkontribusi didalamnya. Percepatan penurunan angka buta aksara tak hanya akan ada di Sulawesi Selatan tetapi seluruh provinsi yang ada di Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini