News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Membangun Ketahanan Ekonomi dengan E-Commerce

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Inkubator Bisnis Universitas Agung Podomoro/Direktur Kebijakan Publik TDA, Dr Wisnu Sakti Dewobroto MSc.

Produk yang banyak dibeli secara online adalah pakaian (45,8%), aksesoris seperti dompet, kacamata, dan jam tangan (10,9%), sepatu (6,7%), tiket perjalanan (4,7%) dan ponsel (4,6%). Ironis, bukan?

Mengapa pemanfaatan e-commerce di Indonesia kurang optimal? Pertama, kurangnya knowledge (pengetahuan) dan skill (keterampilan) para pelaku UMKM terhadap pentingnya platform e-commerce sebagai sarana pemasaran, promosi dan pembayaran yang efektif.

Saat ini baru 16% UMKM yang memanfaatkan e-commerce, 12% UMKM online, 7% memiliki website sendiri, dan 5% menggunakan medsos.

Dari 59,2 juta UMKM yang ada di Indonesia, baru 3,89 juta atau 8% yang memanfaatkan platform e-commerce. Kontribusi UMKM yang tergabung dengan platform e-commerce di Indonesia masih di bawah 8% dari total pasar e-commerce, sisanya adalah trader yang menjual barang dari produsen besar di luar negeri seperti Tiongkok.

Kontribusi produk-produk buatan Indonesia yang dijual di platform e-commerce tidak sampai 10%. Sebagian besar produk yang diperdagangkan masih didominasi produk luar negeri, terutama Tiongkok.

Padahal, pemerintah telah memasang target untuk tahun 2020, yakni menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, menciptakan 1.000 technopreneurs dengan valuasi nilai bisnis US$ 10 miliar atau Rp 130 triliun, dan 80% produk yang dijual di e-commerce Indonesia adalah produk-roduk hasil UMKM lokal.

Untuk mencapai target itu, pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIV tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Berbasis Elektronik, dan Peraturan Presiden (Perpres) No 74/2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-2019.

Akankah semua itu sekadar mimpi? Bisa jadi, bila kita tidak segera mengoptimalkan peran UMKM. Pemanfaatan teknologi untuk UKM akan menciptakan pembangunan yang inklusif yang melibatkan tidak hanya 20% masyarakat melainkan juga 80% lainnya.

Karena UMKM berbasis di desa, maka sebenarnya masa depan perekonomian Indonesia pun ada di desa. Anak-anak muda harus berhenti berurbanisasi, dan mulai menggeluti bisnis UMKM berbasis e-commerce di desa, mengingat penggunaan internet di pedesaan juga sangat masif.

Pendek kata, pemerintah harus mendorong tumbuhnya produk-produk lokal melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak pada UMKM, dan menciptakan iklim yang kondusif untuk berwirausaha. Di sisi lain, pemerintah harus menciptakan infrastruktur bagi berkembangnya e-commerce dan market place.

Tidak itu saja, pilar-pilar wirausaha harus terus berkoordinasi, yakni pemerintah, pengusaha, lembaga penelitian, dan perguruan tinggi. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi adalah tempat berkembangnya ilmu dan penemuan-penemuan baru.

Dengan adanya riset yang terarah (sesuai yang dibutuhkan dunia bisnis), dan pengetahuan yang berkembang yang dibutuhkan dunia industri, maka Indonesia bisa membuat trend.

Ada adagium, bila mau menguasai suatu bangsa, maka kuasailah ekonominya. Bila kita tak mau dikuasai bangsa lain, maka ketahanan ekonomi mesti dibangun, salah satunya adalah dengan membangun e-commerce dan market place, karena masa depan perekonomian Indonesia terletak pada e-commerce dan market place tersebut.

Dr Wisnu Sakti Dewobroto MSc: Kepala Inkubator Bisnis Universitas Agung Podomoro / Direktur Kebijakan Publik TDA.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini