News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Membangun Karakter Generasi Milenial

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Endah Suciati SPd MPd.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas (14 Februari 2018), jumlah penduduk usia muda atau milenial (20-24 tahun) di Indonesia mencapai 90 juta jiwa.

Bila jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta jiwa, maka keberadaan generasi milenial lebih dari sepertiganya. Alhasil, bila generasi milenial berhasil “dilumpuhkan”, maka lebih dari sepertiga penduduk Indonesia pun “lumpuh”.

Melihat karakteristiknya, tentu tak mudah bagi kita untuk memasuki dunia generasi milenial, apalagi bila hendak menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam rangka membangun karakter mereka. Diperlukan pendekatan yang tepat dan menyenangkan (fun) untuk membangun karakter generasi milenial.

Sementara itu, tantangan dan ancaman yang dihadapi generasi milenial saat ini, dan yang bisa menghancurkan karakter mereka, antara lain adalah narkotika dan zat-zat berbahaya lainnya (narkoba), pornografi dan pornoaksi, hoax (berita palsu), dan hate speech (ujaran kebencian).

Data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pecandu narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang. Sebanyak 50 orang di Indonesia setiap hari tewas karena narkoba. Data Bea dan Cukai, Januari-Juni 2018 ada 205 kasus narkoba dengan penindakan barang bukti seberat 3,629 ton yang masuk ke Indonesia. Mencengangkan bukan?

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan adanya peningkatan kasus pornografi dan kejahatan siber atau cyber crime yang melibatkan anak.

Peningkatan ini tak terlepas dari pengaruh dunia digital, khususnya media sosial (medsos) seperti Facebook (FB), Twitter, WhatsApp (WA) Instagram dan sebagainya.

Pada 2012, jumlah kasus pornografi dan kejahatan siber yang melibatkan anak tercatat 175 kasus. Jumlah ini meningkat menjadi 247 kasus pada 2013 dan menjadi 322 kasus pada 2014.

Pada 2015, kasus pornografi dan kejahatan siber yang melibatkan anak menduduki posisi keempat terbanyak dalam klaster perlindungan anak dengan jumlah 463 kasus. Pada 2016, posisi klaster pornografi dan kejahatan siber naik menjadi peringkat ketiga dengan 587 kasus. Tahun 2017 tercatat ada 514 kasus.

Data Kementerian Komunikasi dan Informasi, ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar hoax. Adapun hate speech, termasuk yang bernuansa suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA), sepanjang tahun 2017, Polri menangani sedikitnya 3.325 kasus ujaran kebencian.

Untuk meng-counter atau melawan tantangan dan ancaman tersebut, penanaman nilai-nilai agama serta nilai-nilai dari empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mutlak diperlukan.

“Empan-Papan”

Bagaimana semua nilai itu bisa ditanamkan? Sekali lagi, menghadapi generasi milenial diperlukan pendekatan yang tepat dan menyenangkan (fun). Lantas, pendekatan semacam apa yang tepat?

Di luar pendidikan karakter di sekolah, penulis istilahkan sebagai metodologi “empan-papan”. “Empan” atau umpan yang disesuaikan dengan “papan” (tempat, situasi dan kondisi). Pendekatan dogmatis tak cocok lagi bagi generasi milenial.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini