TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di provinsi Jawa Barat, mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota, Citarum menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar.
Namun saat ini, Sungai Citarum bukanlah suatu kebanggaan melainkan suatu aib bagi Indonesia, dimana Sungai Citarum dinobatkan menjadi sungai terkotor di dunia oleh World Bank.
Kotornya Sungai Citarum, tentu tidak terjadi begitu saja. Salah satu hal yang memperparah pencemaran sungai adalah limbah pabrik yang dibuang secara langsung ke sungai tanpa diolah terlebih dulu.
Terdapat lebih dari 500 pabrik melakukan kegiatan industri bersebelahan dengan Sungai Citarum, dimana pabrik tekstil menjadi pabrik yang paling mendominasi, yaitu mewakili 46% dari keseluruhan industri yang ada.
Saat ini, sulit untuk menemukan lokasi air layak konsumsi yang bersih,tidak tercemar, jernih, dan tidak berbau di aliran sungai citarum baik dari hulu-hilir. Ini disebabkan oleh buangan limbah industri dan domestic tanpa penggunaan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang optimal sehingga menyebabkan kualitas air sungai menurun.
Mendominasinya pabrik tekstil, menyebabkan limbah yang mengandung bahan organik tinggi. Dimana berdasarkan pemantauan kualitas air yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta II menyatakan air sungai mengandung senyawa kimia organic yaitu H2S (Hidrogen Sulfida).
Pabrik tekstil menghasilkan limbah kimia organik salah satunya adalah senyawa sulfat yang merupakan hasil dari proses pencelupan ataupun pewarnaan.
Senyawa ini mengonsumsi oksigen di perairan sampai tingkat yang sangat membahayakan bagi kehidupan organisme perairan lainnya. Ketika kadar oksigen rendah dalam air, senyawa sulfat menjadi sulfida dalam bentuk H2S.
H2S merupakan gas yang tidak berwarna, namun sangat beracun, dan mudah terbakar. H2S juga menjadi penyebab lain dari bau sungai citarum yang sangat menyengat karena H2S memiliki bau seperti telur busuk. Pada konsentrasi rendah, bau busuk yang ditimbulkan dapat menyebabkan iritasi pada hidung atau kerongkongan, hingga kesulitan bernapas bagi penderita asma. Kehilangan kesadaran sampai kematian juga dapat terjadi bila bau busuk memilki konsentrasi yang tinggi.
Padahal jika dilihat dari sisi peraturan, sudah ada peraturan terkait dengan hal tersebut. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 mengenai Baku Mutu Air Limbah, namun pada kenyataannya limbah yang dibuang oleh pabrik 10 kali melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Hal ini dapat terhindar bila ada kerjasama yang baik mengenai pelaporan adanya pelanggran dari sisi pemerintah dengan melakukan pengawasan rutin, serta pelaporan langsung oleh masyarakat.