News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Dr Ismail SH MH: Aturan Penggantian Wagub Harus Diubah

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Ismail SH MH

PADA tanggal 27 Agustus 2018, Sandiaga S Uno mengajukan pengunduran diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta di depan rapat paripurna DPRD Propinsi Jakarta.

Akibat hukum dari pengunduran diri tersebut terjadi kekosongan posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Dengan pengunduran diri Sandiaga S.Uno sebagai Wakil Gubernur pada tanggal 27 Agustus 2018 tersebut, berarti masih terdapat sisa waktu jabatan sekitar 4 tahun.

Dr Ismail SH MH, dosen Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Karno pada diskusi Kamisan mahasiswa pasca sarjana magister ilmu hukum UBK, Kamis (22/11/2018) mengatakan, berdasarkan ketentuan pasal 176 ayat (4) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 yang menyatakan, pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan sisa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut, maka pengisian jabatan Wakil Gubernur yang ditinggalkan oleh Sandiaga S Uno harus melalui mekanisme yang diatur dalam Pasal 176 ayat (1) jo ayat (2) Undang-Undang No.10 Tahun 2016.

"Gabungan partai politik pengusung Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih (dalam hal ini partai Gerindra dan PKS), harus mengajukan 2 orang Calon Wakil Gubernur yang akan dipilih melalui mekanisme Pemilihan oleh DPRD Propinsi DKI Jakarta, sehingga berakibat "politik tawar" diantara partai politik pengusung cukup tinggi," ungkapnya.

Menurut Ismail, terdapat dua norma hukum yang saling bertentangan dalam Pemilihan Kepala Daerah, yaitu norma hukum pemilihan secara langsung oleh rakyat, dan norma hukum pemilihan melalui DPRD. Pada saat Pemilihan Wakil Kepala Daerah menggunakan sistem pemilihan langsung oleh rakyat, namun ketika terjadi penggantian Wakil Kepala Daerah menggunakan sistem yang berbeda yaitu menggunakan mekanisme pemilihan melalui DPRD.

Oleh sebab itu ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang - Undang No. 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, yang menyatakan "Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota menjadi Undang-Undang, yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah propinsi dan kabupaten /kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.

"Sedangkan ketentuan Pasal 176 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, yang menyatakan bahwa "dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisiian Wakil Gubernur, Wakili Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Propinsi atau DPRD Kabupaten/ Kota berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung", harus diubah sehingga tidak saling bertabrakan," papar Dr Ismail SH MH.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini