News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Bahaya Resistensi Antimikroba Sudah Diingatkan Prof Wiku

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan obat antimikroba meningkatkan jumlah dan jenis organisme yang resisten. Hal tersebut berdampak pada semakin banyaknya penyakit infeksi yang menyebar, ditambah lagi dengan perkembangan perdagangan dan perjalanan lintas benua yang semakin mudah dilakukan, mikroogranisme resisten dapat menyebar ke berbagai bagian di dunia.

Pada praktik peternakan, peternak kerap kali menggunakan antibiotik pada hewan ternak mereka untuk mempercepat pertumbuhan dan mencegah hewan terkena penyakit, atau biasa disebut dengan Antibiotic Growth Promotor.

Implikasi dari penggunaan antibiotik pada hewan ternak adalah adanya kandungan antibiotik yang terbawa hingga hewan ternak terlah menjadi pangan yang siap disantap manusia.

Kandungan antibiotik tersebut kemudian akan masuk ke tubuh manusia dan membunuh mikroorganisme yang lemah, serta meninggalkan mikroorganisme yang kuat atau resisten dan siap ‘menyerang’ manusia, lalu kemudian akan menyebarkan penyakit infeksi.

Selain penyalahgunaan antimikroba pada manusia dan peternakan, sumber penyebaran mikroorganisme resisten adalah pada pasien rawat inap. Pasien yang dalam tubuhnya terdapat mikroorganisme resisten berperan sebagai karier/pembawa dan dapat menyebarkan infeksi.

Kerugian yang ditimbulkan oleh resistensi antimikroba mengacu pada dampak peristiwa yang tidak seharusnya terjadi jika resistensi tidak ada. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa adanya resistensi mikroba membuat waktu pengobatan infeksi menjadi lebih lama.

Studi Cosgrove dkk menunjukkan bahwa orang yang terinfeksi bakteri S.aureus resisten memiliki risiko kematian hamper 2 kali lipat. Pada penelitian lainnya, pasien yang terinfeksi bakteri K. pneumoniae resisten menjalani masa rawat inap lebih lama 18 hari dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi bakteri yang tidak resisten, sedangkan untuk bakteri P. aeruginosa resisten menyebabkan durasi rawat inap pasien lebih lama 14 hari.

Pengobatan yang menjadi kurang efektif karena resistensi antimikroba, berdampak pada durasi perawatan dan penggunaan obat yang lebih mahal, serta tentunya pada biaya yang dikeluarkan.

Dalam level yang lebih luas dari individu, adanya resistensi antimikroba di masyarakat juga menjadi beban pembiayaan kesehatan bagi pemerintah.

“Jadi tidak hanya tenaga kesehatan yang perlu mengedukasi pasien dan keluarganya mengenai dosis dan lama waktu penggunaan obat antimikroba, namun juga merupakan tugas dari industri obat maupun pemerintah selaku pembuat kebijakan," ungkap Prof Wiku Adisasmito, selaku Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan juga penerima penghargaan Academic Leader Award 2018 dari Kemenristekdikti beberapa waktu lalu.

Konsep “One Health” dinilai paling tepat untuk menyelesaikan masalah resistensi antimikroba pada manusia, hewan, dan lingkungan.

Pendekatan “One Health” merupakan pendekatan multisektor yang melibatkan berbagai profesi dan institusi kesehatan untuk berkolaborasi secara lokal, nasional, dan global dalam mencapai kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit akibat interaksi hewan, manusia, dan lingkungan.

“Jika dari bidang peternakan dapat menekan penggunaan antibiotik pada hewan, dari bidang kesehatan masyarakat juga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, (dari bidang) kedokteran dan farmasi juga mampu melakukan pengobatan secara efektif, maka laju resistensi bisa kita kendalikan. Ini kan konsep “One Health”. Semua sektor bekerjasama, termasuk pemerintah dan industri," lanjut Prof Wiku Adisasmito yang juga selaku Koordinator Indonesia One Health University Network (INDOHUN). (

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini