News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pemilu 2019

''Jadikanlah Pemilu Sebagai Peristiwa Kebudayaan''

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Putra bungsu Presiden pertama Republik Indonesia, Guruh Soekarnoputra berbicara kepada wartawan saat konferensi pers ulang tahunnya, di Jakarta, Sabtu (13/1/2018). Ulang tahun ke-65 ini, Guruh Soekarnoputra mengusung tema Tamansari Bhinneka Tunggal Ika, lewat acara ulang tahun Guruh Soekarno Putra berharap bahasa Indonesia bisa dicintai apalagi sekarang ini mulai banyak dicampur dalam pengucapannya dengan bahasa asing oleh generasi muda Indonesia. Selain melakukan syukuran ulang tahun, rencananya akan diadakan atam Menari 2018 bersama Guruh Soekarnoputra. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Oleh: Guruh Sukarno Putra

Ketua Umum Tim Paguyuban Rakyat Indonesia Raya (PARAINDRA)

PERPOLITIKAN nasional kita saat ini sungguh menyedihkan. Dalam pulasan besar, kita melihat fenomena betapa banyak pihak yang berkepentingan dengan kekuasaan seolah terperangkap pada satu pemahaman, segala cara dan alat dihalalkan untuk merebut kekuasaan.

Fenomena sikap dan tindakan para politisi seperti ini membuat kita hafal sejumlah kata sifat. Kata itu adalah: Fitnah, Intrik, dan terakhir yang kian popular adalah Hoak.

Tentu tak ada asap tanpa api. Jika kata sifat yang kini memenuhi kepala masyarakat itu sebagai asapnya, maka ucapan dan tindakan para elite politik bersama timnya adalah sumber apinya.

Menurut saya, peristiwa politik seperti Pilpres dan Pileg, seharusnya disadari sebagai sebuah peristiwa budaya. Di situ ada sistem nilai yang dipraktikkan. Di situ ada sistem sosial yang bekerja.

Dari situ akan dilahirkan karya berupa tatanan negara dan tatanan masyarakat adil dan makmur. Dari situ akan dilahirkan pemimpin sebagai pemikul amanah.

Dari situ kita makin membentuk nationaal gees, nationaal do, dan nationaal daad kita secara utuh dan tiga dimensi.

Dengan peristiwa politik yang memperjuangkan kemaslahatan orang banyak itu pula kita menjadi bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, yang telah memberi kemerdekaan kepada bangsa ini serta memberi karunia alam yang indah dan kaya.

Bukan justru melahirkan pertikaian, permusuhan dan kerusakan. Begitulah menurut saya bahwa peristiwa Pemilu seharusnya menjadi sebuah peristiwa kebudayaan yang besar.

Lantas kini kita bertanya, apakah peritiwa politik kita saat ini adalah sebuah peristiwa budaya? Apakah peristiwa Pemilu yang sedang kita jalani ini sebagai peristiwa budaya?

Jawaban saya adalah : tidak. Sebab peristiwa budaya selalu bersifat kolektif kolegial. Peristiwa budaya adalah peristiwa yang seirama dengan hakikatnya kehidupan masyarakat manusia. Masyarakat secara kolektif adalah subjek dari peristiwa politik jika kita ingin menilai peristiwa itu sebagai peristiwa budaya.

Peristiwa politik yang kita jalani saat ini, saya ilustrasikan seperti peristiwa mekanisme pasar. “Kebutuhan” diciptakan sepihak oleh pemilik produk melalui imaji media iklan dan pencitraan.

“Produk” dibuat juga sepihak hanya untuk memenuhi kebutuhan artifisial saja sesuai dengan imaji yang diciptakan. Dan pasar hanyalah tempat transaksi jual beli dengan prinsip “jual putus” tanpa pertanggungjawaban moral.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini