TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eksaminasi empat pakar hukum yang dilakukan pasca terbitnya putusan Mahkamah Agung (MA) atas perkara pidana Heri Budiawan alias Budi Pego dinilai tidak tepat.
Penilaian salah satu eksaminator, yang menyebut MA melakukan kriminalisasi lantaran memvonis Budi Pego 4 tahun penjara, juga dianggap tidak relevan.
Apalagi, eksaminasi itu dikaitkan dengan ketentuan Pasal 66 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang disebut dapat melindungi terpidana
”Penggunaan instrumen Pasal 66 UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH tidak serta merta bisa disematkan kepada yang bersangkutan. Sebab, aksi protes terpidana terhadap keberadaan perusahaan (tambang emas PT Bumi Suksesindo) di Tumpang Pitu - Banyuwangi terpatahkan, lantaran – secara sebaliknya – perusahaan dapat membuktikan bahwa kegiatan pertambangannya telah melalui seluruh kaidah dan norma perlindungan lingkungan,” ujar pemerhati HAM dan hukum L. M. Djafar, di Jakarta, Senin (4/3/2019).
L. M. Djafar dimintai pendapat terkait berlangsungnya eksaminasi yang dilakukan di Fakultas Hukum - Univeritas Airlangga, Surabaya, Rabu (27/2/2019).
Mereka memberikan catatan hukum setelah, pada 16 Oktober 2018, MA memperberat vonis hukum terhadap Budi Pego menjadi 4 tahun penjara.
Baca: KPK Panggil Direktur Sungai dan Pantai Kementerian PUPR Terkait Proyek Fiktif Waskita Karya
Pria asal Banyuwangi tersebut dihukum dengan tuduhan telah menyebarkan ajaran komunisme lewat media spanduk.
Ia dijerat dengan Pasal 107a UU No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Karena tuduhan tersebut, Budi sebelumnya telah menjalani hukuman selama 10 bulan pasca terbitnya putusan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi dan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur.
Namun, karena tak terima dengan putusan PN dan PT, Budi Pego dan tim kuasa hukumnya mengajukan kasasi di MA.
Namun, dalam perjalanannya, hakim MA malah menaikkan hukumannya menjadi 4 tahun.
Cuma, hingga saat ini, Budi dan tim kuasa hukum belum menerima salinan putusan tersebut.
L. M. Djafar juga tak sependapat terhadap penilaian Joko Ismono, salah satu eksaminator, yang menduga ada tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam kasus Budi Pego.
Joko beralasan, berdasarkan KUHAP, kewenangan hakim MA dalam tingkat kasasi hanya untuk memeriksa apakah judex facti (PN dan PT) melampaui kewenangan, atau salah dalam menerapkan uji materil dan formilnya.