Oleh: Egy Massadiah
TRIBUNNEWS.COM - Ngeri. Itu satu kata yang tepat ketika mendengarkan paparan Kepala BNPB Doni Monardo tentang kondisi sebagian besar sungai sungai di Indonesia dalam acara penutupan Kongres Sungai ke IV Minggu 24 Maret 2019 di Pusdiklat BNPB Sentul Bogor.
Pemilihan kata "ngeri" tentu tak bermaksud menakut nakuti. Lebih kepada kewaspadaan kita semua menjaga dan merawat sungai. Bagaimanapun, sungai sebagai lambang peradaban dan peningkatan kualitas hidup manusia.
Di depan sekitar 150 an para aktivis lingkungan, akademisi, unsur pemerintah, dan beberapa elemen masyarakat lain yang peduli terhadap sungai, Letjen TNI Doni Monardo begitu fasih mengupas problematika sungai.
Doni bicara sungai sebagai pribadi yang tidak saja peduli, tetapi sudah berbuat.
Tak heran jika ia berpesan kepada panitia, untuk memberinya kode pada 10 menit terakhir dari total 45 menit jatah waktu berbicara yang diberikan kepadanya. Sebab, kalau sudah 'ngomongin' sungai atau lingkungan hidup, ia bisa lupa waktu. 10 jam pun kurang, katanya.
Begitulah. Doni Monardo pun memulai paparannya tentang sang maha sungai. Ternyata, problematika sungai tak seindah senandung keroncong Bengawan Solo ciptaan Gesang.
Sungai-sungai di Indonesia, "dikuasai dan dimiliki" oleh banyak tangan, melibatkan sejumlah lembaga bahkan kementerian.
Contoh, bagian hulu sungai dikuasai BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai). Kemudian badan sungai dikuasai BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai).
Sedangkan airnya, dikuasai BUMN/D (BadanUsaha Milik Negara/Daerah), seperti PJT (Perum Jasa Tirta), PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), dan lainnya. Kemudian ada lagi, sebagian dari kawasan hulu milik PTPN (Perkebunan Nusantara).
Begitu 'complicated' masalah sungai, Doni Monardo bukan saja setuju konsep penataan sungai lebih terintegrasi. Ia bahkan berharap seluruh pejabat pengambil keputusan di tingkat pusat sampai daerah, termasuk para wakil rakyat di DPR, ikut memikirkan masa depan sungai di Indonesia.
“Ingat, sungai sebagai sumber air juga diamanatkan oleh konstitusi kita, UUD ’45 pasal 33 ayat 3, sebagai salah satu kekayaan alam yang dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Tidak ada alasan kita tidak memperhatikan sungai,” papar Doni.
Terlebih jika bicara kenyataan pahit tentang nasib sungai-sungai di Indonesia. Berdasar data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 68% sungai Indonesia tercemar berat, 24% tercemar sedang, dan 6% tercemar ringan.
Sedangkan yang memenuhi baku mutu kualitas air sungai hanya 2%. Itu artinya, jika Indonesia memiliki 5.590 sungai dan 65.017 anak sungai, Anda hitung sendiri, berapa sungai yang terbilang sehat, tak lebih dari 112 sungai saja. Itu pun sebagian besar di luar Jawa.