Di satu sisi, Pemerintah saat itu berhasil menunaikan kewajibannya untuk memilih pimpinan KPK yang baru sesuai jadwal dan di sisi lainnya Jokowi juga mampu mengabulkan desakan publik terhadap hiruk pikuk pemilihan Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Saya selaku Sekjen partai demokrat, tentu tidak menginginkan energi besar publik untuk turut menekan permasalahan ini karena sudah selayaknya dan sepatutnya, Presiden Jokowi dapat segera bersikap.
Selain itu, jabatan saya sebagai anggota komisi III DPR RI yang masih akan menjabat hingga bulan oktober 2019 ini tentu mengharapkan Pansel KPK segera terbentuk di bulan Mei.
Sebab, kami tidak ingin proses penyaringan kualitas pimpinan KPK harus terganjal oleh proses administrasi yang lambat.
Untuk diingat oleh Presiden.
Sesungguhnya pihak yang paling memiliki kepentingan dalam penentuan jabatan pimpinan KPK yang berkualitas kedepan bukanlah pihak-pihak yang ada di eksekutif maupun legislatif melainkan masyarakat luas.
Mereka menginginkan KPK dapat bekerja kembali tanpa adanya kendala dalam proses pemilihan ini.
Ingat pula, dalam negara hukum, kita akan kesulitan melakukan penegakan hukum jika basis materialnya tak terbangun secara tepat.
Sehingga, proses penentuan Pansel KPK ini adalah langkah awal yang harus disegerakan oleh Presiden. Jangan terlambat!
Terakhir, KPK saat ini juga mengalami penurunan performa yang juga telah dibaca oleh public.
Diantaranya adalah konflik internal yang melanda KPK, sehingga ini menimbulkan Panic Alarm dari publik.
Minimnya upaya KPK untuk melakukan tugas lainnya seperti pengembalian asset (asset recovery) terdakwa kasus korupsi, dimana dari 313 perkara yang masuk dalam masa persidangan 2016-2018 hanya 15 kasus korupsi yang ditangani KPK menggunakan dakwaan TPPU.
Belum terselesaikannya kasus penyerangan terhadap petugas KPK yang tidak hanya dialami oleh Novel Baswedan namun petugas lainnya juga turut mendapat ancaman maupun kriminalisasi.