Dengan itu, polisi akan dapat menentukan pihak-pihak mana saja yang harus bertanggung jawab. Juga akan dapat menjawab pertanyaan, apakah kerusuhan itu memang konspirasi internasional?
Mengapa Papua terus bergejolak? Bukankah pemerintah pusat telah membangun Papua sedemikian rupa?
Papua telah diberikan otonomi khusus (otsus) seluas-luasnya sebagaimana Aceh.
Dana otsus yang sudah digelontorkan pemerintah pusat ke Papua, menurut klaim Wakil Presiden Jusuf Kalla, sudah mencapai sekitar Rp 100 triliun.
Sebaliknya, pemerintah pusat hanya “mengambil” Rp 20 triliun dari Papua, antara lain melalui PT Freeport Indonesia.
Presiden Joko Widodo juga sudah menggenjot pembangunan infrastruktur di Papua.
Jalan perbatasan selebar tujuh meter sepanjang 1.098 kilometer sudah dibangun dari Merauke ke Jayapura, hingga Papua Nugini. Juga jalan Trans Papua sepanjang 4.330 km yang ditargetkan tembus seluruhnya sampai akhir 2019.
Presiden Jokowi juga membangun infrastruktur listrik melalui program “Papua Terang”.
Sejumlah pembangkit listrik dibangun, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) di Jayapura yang diharapkan menambah pasokan listrik di Papua sebesar 50 megawatt, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 100 kilowatt di Enem yang menerangi desa-desa di pedalaman Papua.
Presiden Jokowi pun membangun Bendungan Baliem di Papua senilai Rp 4,7 triliun.
Tidak itu saja, pemerintahan Jokowi juga membangun fasilitas pendidikan dan kesehatan di Papua, termasuk gedung-gedung sekolah dan rumah sakit serta puskesmas.
Prosperity Approach
Mengapa semua itu tidak cukup bagi masyarakat Papua? Ternyata ada yang terlupakan, yakni amanat syair lagu kebangsaan Indonesia Raya, “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya”.
Artinya, selama ini pembangunan Papua lebih berorientasi pada pembangunan fisik, sementara pembangunan jiwa atau karakter seakan terabaikan.