Oleh: Rudi S Kamri
TRIBUNNEWS.COM - Sejak dulu entah mengapa cinta saya terhadap Papua begitu dalam.
Alamnya yang indah bak surga jatuh ke bumi dan orang-orangnya yang eksotis membuat saya jatuh cinta tiada tara.
Demikian cintanya saya dengan Papua sehingga perlakuan apa pun yang tidak sepatutnya kepada saudara kita di Papua serasa membuat hati saya bergolak meradang.
Seakan luka itu saya ikut merasakan.
Sejauh ini orang-orang Papua yang saya kenal semuanya berlaku santun, sangat respek dan toleran.
Jadi manakala Presiden Joko Widodo memperlakukan Papua sebagai “Anak Emas” selama periode kepemimpinannya, saya sama sekali tidak iri atau keberatan.
Karena saya memahami selama pemerintahan Presiden Soeharto, ayahnya Tommy Soeharto, Papua telah diperlakukan dengan tidak sepatutnya.
Zaman Soeharto adalah episode paling buruk dalam sejarah perjalanan Papua.
Soeharto juga yang membuka pintu lebar-lebar bagi Freeport untuk menjarah dan mengeruk sumber daya alam Papua tanpa berkehendak sedikit pun menyejahterakan masyarakat Papua.
Soeharto pula yang selalu melakukan pendekatan militer secara represif untuk mengendalikan Papua yang membuat sebagian masyarakat Papua terluka dan menderita.
Jadi saat sekarang saya melihat Tommy Soeharto dan kroni-kroni Orde Baru teriak-teriak sok membela Papua, saya tertawa terbahak-bahak sambil terguling-guling. Rekam jejak sejarah tidak bisa dihapuskan oleh kata-kata.
Mereka dengan jelas terlihat sedang mengail di air keruh. Tapi saya yakin seberapa pun uang yang digelontorkan mereka untuk memprovokasi keadaan, tidak akan ada manfaatnya.
Papua punya kehormatan dan harga diri yang tinggi. Mereka tidak akan bisa melupakan penderitaannya saat Orde Baru berkuasa.