TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI) menggelar lomba kritik puisi esai.
Lomba itu diumumkan di Pusat Dokumentasi HB Jassin, TIM (4/9-2019).
Diketahui sejak Pilkada Jakarta 2017 hingga Pilpres 2019, dan kini isu Papua, ruang publik banyak polusi.
Terlalu banyak hoax, kemarahan, kebencian, pembelahan politik, dan primordialisme agama di ruang publik.
Hal tersebut diungkapkan analis politik, Denny JA.
"Seolah manusia disempitkan menjadi kita melawan mereka. Warga negara seolah hanya disibukkan dengan isu kekuasaan. Banyak keluarga, kawan, komunitas yang pecah hanya karena politik," kata Denny JA melalui keterangan tertulis, Kamis (5/9/2019)
Denny JA pun mengutip pernyataan John F Kennedy:
“Ketika politik menyempitkan perhatian manusia, puisi datang meluaskannya kembali. Ketika kekuasaan mengotori jiwa, puisi membersihkan," katanya.
Sementara mewakili AGBSI, Dian Ratri dan Jajang Priyatna menyampaikan latar belakang mengapa AGBSI ingin memeriahkan bulan bahasa dengan lomba kritik sastra.
Dian Ratri mengatakan bulan Oktober menampung momen Hari Sumpah Pemuda.
"Dengan Ikrar “Berbahasa Satu, Bahasa Indonesia. Sejak tahun 1960an, sudah pula diperingati menjadi Bulan Bahasa," kata Dian.
"Tapi bahasa pun perlu terus dimartabatkan. Literasi perlu ditumbuhkan. Minat membaca satra perlu disuburkan," tambahnya.
Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia mengambil peran menyemarakkan Bulan Bahasa itu dengan lomba kritik sastra.
Adapun karya sastra yang dipilih kali ini, empat buku puisi esai karya Denny JA.