News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rizieq yang Tak Kunjung Pulang

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Karyudi Sutajah Putra.

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM - Datang tak diundang, pulang tak diantar. Itulah Jelangkung!

Bang Thoyib, mengapa tak pulang-pulang? Anakmu panggil-panggil namamu. Itulah kata biduan dangdut Ade Irma.

Pergi atas kemauan sendiri, pulang minta dijemput. Itulah Rizieq Syihab.

Bila musuh sudah terdesak, berilah ia jalan keluar supaya tidak menyerang balik secara membabi buta.

Itulah kata Sun Tzu (544-470), filsuf, jenderal, dan ahli strategi perang asal Tiongkok kuno, penulis buku "The Art of War".

Entah apa yang berkecamuk dalam benak Rizieq Syihab sehingga pada 26 April 2017 ia pergi ke Arab Saudi meninggalkan Indonesia dengan dalih ibadah umrah.

Baca: Tanggapan Tokoh Soal Pencekalan Habib Rizieq, Imigrasi: Pemerintah Tak Boleh Tolak WNI Kembali ke RI

Baca: Respons Menteri Luar Negeri Retno Marsudi Saat Ditanya Soal Pencekalan Habib Rizieq Shihab

Apakah inisiatifnya itu atas bisikan suara hati nuraninya sendiri atau dikondisikan oleh pihak lain?

Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, sebelum pergi Rizieq mengklaim rumahnya di Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, ditembaki orang tak dikenal, dengan barang bukti antara lain selongsong peluru.

Apakah itu termasuk pengondisian? Lalu siapa yang mengondisikan?

Kita juga tidak tahu pasti. Yang jelas, setelah lebih dari 2 tahun "terdampar" di Saudi, Rizieq minta dipulangkan.

Semula ia berharap bisa dipulangkan oleh Prabowo Subianto bila menang dalam Pemilihan Presiden 2019.

Ketika ternyata petahana Presiden Joko Widodo yang menang, dengan malu-malu kucing, Rizieq berharap bisa dipulangkan mantan Gubernur DKI Jakarta yang selalu ia tentang itu.

Ketika Prabowo bergabung dengan pemerintahan Jokowi sebagai Menteri Pertahanan, mantan Komandan Jenderal Kopassus itu pun tak bisa serta-merta "menggendong" Rizieq pulang kampung ke Petamburan.

Prabowo mengklaim belum mengetahui pencegahan kepulangan Rizieq ke Indonesia oleh pemerintah Arab Saudi. Prabowo hanya bisa sebatas berjanji akan mempelajari kasus Rizieq itu.

Tak kunjung dipulangkan, Riziek pun meradang. Tuduhan demi tuduhan pun dilontarkan. Mengapa meradang?

Sebab mau pulang sendiri tidak bisa. Ia overstay (melebihi batas waktu tinggal), sehingga harus membayar denda ratusan juta rupiah. Kalau sekadar membayar denda, mungkin Rizieq bisa. Tapi mengapa hingga sekarang belum pulang juga?

Rizieq kemudian menuduh pemerintah Indonesia sengaja menangkal kepulangannya lewat pemerintah Arab Saudi.

Lalu, bagaimana reaksi Jakarta? Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie menyatakan pemerintah tidak pernah menangkal kepulangan Rizieq ke Indonesia.

Sesuai Pasal 14 Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pemerintah tidak bisa mencegah dan menangkal warga negara yang ingin kembali ke negaranya. Negara bisa menangkal untuk warga negara asing yang membahayakan keamanan.

Setali tiga uang, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan apa yang disebut Rizieq sebagai surat cekal (cegah-tangkal) ternyata bukanlah surat cekal.

Dua surat yang ditunjukkan Rizieq, kata Mahfud, hanya surat penolakan agar Rizieq tidak keluar Saudi dengan alasan keamanan.

Sugito Atmo Prawiro, pengacara Rizieq, kemudian menyangkal. Kalau memang kilennya ada masalah dengan Saudi, tentu ia sudah dideportasi. Jadi, dalih pemerintah tak pernah menangkal Rizieq pun ia bantah.

Kini, klaim siapa yang benar, Rizieq atau pemerintah yang diwakili Mahfud MD dan Ronny F Sompie?

Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, bila memang Rizieq overstay, maka ia bisa membayar denda dengan segera untuk kemudian kembali ke Indonesia. Bila Rizieq tak punya uang, maka Mahfud sudah siap membantu merogoh kocek, bahkan dengan uang pribadi sekalipun.

Bila memang Rizieq ada masalah serius dengan Riyadh, bukan sekadar overstay, maka benar kata Mahfud bahwa Rizieq harus mengatasi masalahnya sendiri, karena Indonesia tidak bisa mengintervensi kedaulatan hukum negara lain.

Bila memang klaim Rizieq benar bahwa ia dilarang meninggalkan Mekkah atas permintaan otoritas Indonesia, maka pemerintah harus menghentikan siasat jahat itu.

Bila Rizieq masih menjadi pemegang paspor Indonesia, maka sesuai amanat konstitusi, "melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia", biarkan Rizieq kembali ke Tanah Air, bahkan kalau perlu difasilitasi.

Langkah pemerintah membiarkan bahkan memfasilitasi kepulangan Rizieq ke Indonesia akan membuktikan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi sudah dalam kondisi benar-benar kuat. Suara berisik Rizieq, mengutip ungkapan Bung Karno, tak lebih dari sekadar "badai di dalam gelas" atau riak-riak kecil dalam gelombang revolusi Indonesia.

Bila memang benar Rizieq bermasalah dengan Arab Saudi, biarlah ia menyelesaikan masalahnya sendiri. Pemerintah tak bisa intervensi kedaulatan hukum di negeri orang. Paling banter pemerintah hanya bisa memberikan advokasi atau bantuan hukum sebagaimana terhadap para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri.

Namun, apa pun kondisinya, sudah selayaknya semua pihak berintrospeksi atau mawas diri dan kemudian rekonsiliasi.

Rizieq, meskipun banyak pengikut, bila melanggar hukum maka harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku, selaras dengan prinsip equality before the law (kesetaraan di muka hukum), asas hukum yang dianut Indonesia.

Indonsia adalah negara hukum (rechtsstaat atau rule of law), bukan negara kekuasaan (machtstaat), sehingga tak ada yang kebal hukum di republik ini.

Bagi pemerintah, hendaknya lebih ramah kepada para ulama, karena ulama (yang benar) adalah penjaga moral bangsa. Jangan alergi apalagi anti terhadap ulama. Jangan biarkan Rizieq menjadi "gelandangan" di negeri orang alias stateless bila paspor yang ia pegang sudah habis tahun 2021 mendatang.

Sudah saatnya energi seluruh anak bangsa ini difokuskan untuk membangun negeri, bukan mengurus Rizieq yang kadang penuh sensasi dan kontroversi.

Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini