Oleh: Egy Massadiah
TRIBUNNEWS.COM - Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan BNPB Rabu 13 November 2019 sore menjadi istimewa, karena Kepala BNPB Letjen Doni Monardo menyajikan sukun goreng kepada semua anggota Komisi 8.
Begini ceritanya. Rabu pagi menjelang berangkat ke kantor Doni meminta Feryanto ajudannya menaikkan buah sukun ke bagasi mobil.
Sehari sebelumnya mantan Pangdam Pattimura ini memang mendapat kiriman dua kotak besar buah sukun dari Ambon Maluku.
Sang ajudan mengaku belum tahu akan dibawa kemana dan diberikan ke siapa buah sukun segar itu. Pertanyaan sang ajudan baru terjawab saat menjelang tiba di gedung DPR RI.
Kolonel Budi Irawan Koorspri Ka BNPB meminta Feryanto membeli minyak goreng untuk menggoreng sukun tersebut di salah satu kantin di kawasan Gedung DPR RI.
Kolonel Budi pun menerjunkan Mba Endang, petugas pelayan di lantai 10 kantor BNPB untuk mengkoordinir urusan sukun goreng dadakan tersebut.
Baca: Kepala BNPB Beri Materi Tentang Kebijakan Penanggulangan Bencana Kepada 70 Perwira TNI
Singkat cerita, saat Yandri Susanto Ketua Komisi 8 DPR RI membuka rapat, sukun goreng masih panas karena digoreng dadakan sudah terhidang masing masing di hadapan anggota.
Setidaknya potongan breadfruit renyah dari 8 butir sukun terbagi rata, termasuk di meja peserta rapat tim BNPB yang dipimpin Doni Monardo.
"Bapak Ibu anggota dewan yang saya hormati, sore ini saya menyajikan sukun dari Ambon yang digoreng dadakan," ujar Doni seraya mengajak semua pimpinan dan anggota komisi 8 mencicipi sukun renyah.
Begitulah sang jenderal, sekali mendayung dua tiga persoalan ia sajikan. Setelah memaparkan kinerja BNPB, termasuk kondisi serapan anggaran sejak dilantik 9 Januari 2019, Doni menyundulkan betapa pentingnya penghijauan, sebagai upaya penanganan tibanya musim kemarau dan kekeringan.
Vegetasi tanaman yang terjaga sangat penting bagi ketersediaan sumber air. Hal tersebut dibutuhkan saat kemarau seperti sekarang ini.
Doni Monardo mengungkapkan, dalam menghadapi ancaman kekeringan yang terjadi setiap tahunnya perlu penyiapan bibit pohon agar masyarakat bisa menjaga lingkungan dan juga tersedianya sumber air.
Doni mengajak semua pihak untuk memberi atensi pada kesiapsiagaan, selain penanggulangan bencana yang memang merupakan tugas pokok BNPB.
Berdasarkan pengalaman, jenis pohon tertentu memiliki kemampuan menyimpan air, antara lain adalah sukun. "Jadi kalau setiap desa punya pohon sukun yang cukup banyak sangat mungkin bisa menyimpan air. Jadi ketika kemarau panjang sumber air di desa itu masih bisa terjaga. Termasuk juga pohon aren,” ungkap Doni bersemangat.
Penjelasan Doni ini tak semata berbasis literatur akademik. Namun juga berdasarkan pengalaman pribadi. Saat berpangkat letnan bertugas di Timor Timor, Doni berkisah bahwa hampir semua desa yang ada pohon sukun pasti tidak kekurangan air. Bahkan ada beberapa tempat yang dengan mudah ditemukan mata air.
"Kita harus jaga mata air, agar tidak berurai air mata," ungkap Doni yang di rumahnya di kawasan BSD juga menanam sukun.
Bersemangat dan detail Doni menyampaikan bahwa pohon sukun di pinggir pantai juga bisa menjadi tanaman lapis kedua setelah mangrove, kelapa, cemara udang, ketapang, waru dan tanaman lainnya yang akrab dengan pasir dan air asin.
"Bisa membantu menahan abrasi yang dahsyat, khususnya di sejumlah wilayah kepulauan yang memiliki resiko abrasi tinggi," kata Doni seraya menambahkan bahwa pohon sudah terbukti mampu meredam gelombang tsunami. Untuk diketahui kecepatan tsunami bisa mencapai 700 km per jam. Nah pohon pohon tersebut bisa menjadi shelter alam, dipanjat, dipasangi tangga dan tali, karena tingginya bisa 30 meter dengan akar kokoh.
Doni menyampaikan, selain menjaga air, pohon sukun juga memiliki nilai ekonomis yang hebat. Untuk beberapa jenis sukun, khususnya dari Indonesia timur, Ambon, NTT, Bone dan Papua, rasanya gurih renyah dan harga jualnya bikin gemes. "Di Singapore saya dapat info, per kg dijual 15 Sing Dolar," ungkap mantan Dan Brigif Kariango Sul Sel itu.
Karenanya, menurut Doni buah sukun bisa menjadi penopang ekonomi masyarakat terutama saat paceklik atau gagal panen, karena merupakan pangan alternatif.
Sejarah memang mencatat, dulu VOC datang ke bumi nusantara selain mengejar rempah rempah juga mencari buah sukun. Di Eropa buah sukun mereka namai breadfruit, karena memang cita rasanya seperti roti.
Sejumlah Asisten di Kodam Pattimura, periode Doni menjabat Pangdam 2015 hingga 2017, menceritakan bahwa dalam setiap kegiatan Doni selalu menyuguhkan sukun kepada tamu tamunya, baik digoreng, direbus dan dikukus. Pendampingnya agar lebih maknyus yakni gula aren dan parutan kelapa segar.
Tak pelak, pohon sukun memang teramat istimewa bagi Indonesia. Saat saya menggarap film layar lebar "Ketika Bung Di Ende" 2013 (dibintangi Paramitha Rusady, Baim Wong dan Niniek L Karim - kisah pengasingan Bung Karno di1934-1938 di Ende, Flores, NTT), saya menyaksikan langsung lokasi tempat Bung Karno merenung, di bawah pohon sukun.
Ketika itu, sebagaimana isi film "Lari Dari Blora" pergerakan Soekarno dan beberapa rekannya dianggap berbahaya oleh Belanda. Hal ini membuat Belanda kembali mengasingkan Bung Karno setelah sebelumnya keluar dari Penjara Sukamiskin di Bandung.
Untuk sampai ke Ende, Soekarno menempuh delapan hari perjalanan dengan menggunakan kapal. Belanda sengaja membuang Soekarno ke tempat yang jauh agar bisa memutus hubungan dengan para pejuang lain.
Pada 14 Januari 1934, Bung Karno bersama sang istri, Inggit Garnasih serta ibu mertua (Ibu Amsi) dan anak angkatnya, Ratna Djuami, tiba di rumah tahanan yang terletak di Kampung Ambugaga, Ende.
Di sekitar lokasi pengasingannya, terdapat pohon sukun. Nah di bawah rindang pohon sukun inilah Bung Karno banyak merenung, hingga tercetus lima sila pancasila.
Saat ini, taman dikenal dengan Taman Renungan Bung Karno atau sering disebut Taman Renungan Pancasila. Lokasinya di Kelurahan Rukun Lima. Di taman tersebut, terdapat patung Soekarno duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke arah laut.
Pohon sukun yang ada di Taman Renungan Bung Karno disebut Pohon Pancasila. Pohon yang ada saat ini adalah pohon yang ditanam pada 1981, karena pohon yang asli sudah tumbang sejak 1960.
Sebagaimana yang dilansir wikipedia, sukun sesungguhnya adalah kultivar yang terseleksi sehingga tak berbiji. Kata "sukun" dalam bahasa Jawa berarti "tanpa biji" dan dipakai untuk kultivar tanpa biji pada jenis buah lainnya, seperti jambu klutuk dan durian.
"Akarnya mencengkram kuat, menjalar luas, cocok juga untuk pantai yang rawan tsunami dan rawan longsor. Pengembangan biak nya dengan tunas, sehingga satu pohon bisa tumbuh puluhan pohon baru. Pembibitannya juga terbilang tidak sulit, serta mudah tumbuh," ungkap mantan Komandan Jenderal Kopassus ini.
Di Indonesia sukun dikenal dengan beberapa sebutan, diantaranya kulur (bahasa Sunda), atau kluwih (bahasa Jawa), kulu (bahasa Aceh), kalawi (bahasa Minang), bakara' (bahasa Makassar).
Saya pernah mendapat info, Ibu Mufidah Jusuf Kalla beberapa kali mengirimkan buah sukun asal Bone Sul Sel ke kediaman ibu Megawati Soekarno Putri di Kebagusan Jakarta Selatan. Kabarnya Ibu Megawati termasuk penikmat sukun goreng.
Kepedulian Doni tak sebatas pada sukun. Namun juga buah buah dan hasil bumi lainnya asal tanah Indonesia. Doni akan protes kepada stafnya jika penganan rapat disajikan buah impor.
Di BNPB sendiri Doni sudah mengumumkan dan mempraktekan hal tersebut. Dalam salah satu postingan yang beredar di sosial media dan WA Grup, bunyinya begini:
Setelah melarang keras penggunaan botol plastik kemasan sekali pakai di lingkungan BNPB/BPBD termasuk dalam berbagai acara agar membudayakan Tumbler, kembali Letjen Doni Monardo mengingatkan jajarannya untuk menyajikan penganan buah buah lokal Indonesia.
Hindari buah impor, agar petani Indonesia menikmati manfaatnya. Salak pondoh, matoa, langsat, rambutan, sukun, singkong, ubi, kacang rebus, dll adalah jagoan cemilan Indonesia.
Gerakan ini bukan hal baru, namun kerap kita melupakannya dengan kata lain abai serta tak mau berepot ria. Saatnya konsisten, satunya kata dan perbuatan atas nama kesejahteraan petani.
Sedikit saja perubahan, dan jika semua lembaga pemerintah mulai dari pusat hingga paling bawah, termasuk swasta menunaikannya, maka denyutnya akan terasa untuk kebaikan hasil bumi Indonesia serta kesejahteraan petani.
Salam Tangguh, kita jaga alam, alam jaga kita. Mari mengunyah renyahnya sukun