News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gunung Es di Balik Persidangan In Absentia Nurhadi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TM Mangunsong SH

Oleh: TM Mangunsong SH

TRIBUNNEWS.COM - Sembunyi atau disembunyikan? Lari atau dilarikan?

Menghilang atau dihilangkan?   

Itulah rentetan pertanyaan terkait keberadaan Nurhadi Abdurrahman yang tak jelas di mana rimbanya hingga kini.

Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun "putus asa" dalam "mencari" dia.

Keputusasaan KPK itu ditunjukkan dengan rencana menyidangkan Nurhadi secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, seperti diungkapkan Wakil Ketua KPK Nurul Gufron, Kamis (6/3/2020). 

Nurhadi Abdurrahman adalah mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung (MA), yang menjadi tersangka penerima gratifikasi tiga perkara di pengadilan senilai Rp 46 miliar, yang menyeret menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto yang juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka sejak 16 Desember 2019.

Ketiganya dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK sejak 11 Februari 2020.

Benarkah Nurhadi lari atau melarikan diri, atau dilarikan?

Bila benar lari maka dia bisa dikategorikan sebagai pelari jarak jauh yang telah menempuh jarak ribuan kilometer.

Rekor lari Nurhadi mungkin hanya dapat dipatahkan oleh Tan Edy Tanzil, tersangka pembobol Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) senilai Rp 1,3 triliun yang melarikan diri sejak 1993 hingga kini.

Ketua KPK Firli Bahuri berkali-kali menyatakan akan terus mencari Nurhadi yang sudah dimasukkan ke DPO sampai diketemukan.

Benarkah demikian?

Mencari atau pura-pura mencari?

KPK melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di mana Nurhadi diduga bersembunyi, seperti di Jakarta dan Jawa Timur.

Kalau memang KPK mau menangkap Nurhadi, sejak awal sebenarnya sangat mudah dilakukan.

Tapi itu tidak dilakukan KPK dengan berlindung di balik berbagai macam alibi.

Dus, ada pihak-pihak yang coba disembunyikan bahkan mungkin dilindungi oleh KPK.

Nurhadi disinyalir hanya pucuk atau puncak dari gunung es di lautan di mana badan gunung yang jauh lebih besar tenggelam di dasar dan perut samudera.

Nurhadi, sebagai pegawai negeri, bagaimana bisa ia memiliki kekayaan melimpah, bahkan melampaui kewajaran?

Saat menghelat resepsi pernikahan anaknya di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, misalnya, cindera mata yang dibagikan kepada para tamu undangan di antaranya adalah Iphone.

Selama menjadi Sekjen MA dan sebelumnya, berapa banyak pihak-pihak yang telah "dibantu" Nurhadi?

Mungkin hakim-hakim yang nanti akan menyidangkan Nurhadi dulu pernah ia bantu pula, sehingga sidang in absentia adalah pilihan yang aman.

Sidang in absentia memang dimungkinkan berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. 

Tapi sikap ketergesaan KPK untuk menyidangkan Nurhadi secara in absentia memantik tanda tanya.

KPK disinyalir akan munutup-nutupi kotak Pandora yang dikhawatirkan akan dibuka Nurhadi.

Secara psikologis, bila seorang manusia merasa tertekan, dan tekanan itu tak mampu ditahan lagi maka ia akan melepaskannya, seperti pegas tertekan yang tiba-tiba dilepas, atau bendungan yang tak kuasa menahan air bah.

Pimpinan KPK adalah pilihan politik pemerintah dan DPR, bukan pilihan profesional.

Sebagai pilihan politik, prosesnya diharapkan tidak sarat dengan deal-deal politik, bahkan trik dan intrik.

TM Mangunsong SH: Praktisi Hukum / Ketua DPC Peradi Jakarta Pusat.  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini