News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

'Saya Sudah Dua Tuhan di Indonesia'

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polosin dan Danurwindo.

OLEH: M. Nigara

"YA, saya sudah dua Tuhan di Indonesia!"

Eit....., jangan cepat-cepat marah dengan kalimat di atas. Tak ada kaitan dengan syirik, musyrik, atau menyekutukan Allah. Pernyataan itu tidak ada kaitannya dengan persoalan agama.

Betul, itu diucapkan oleh Anatoli Fyodorovich Polosin, pelatih nasional PSSI, berkebangsaan Uni Soviet. Tapi, kaitannya jauh sekali dengan soal agama.

Ya, betul Polosin asal negeri Beruang Merah yang komunis, tapi slip of tongue ya, keselip lidah.

Kisahnya juga sederhana, Polosin sejak didatangkan oleh PSSI melalui kerja Ismed D. Taher dari Uzbekistan, memiliki semangat yang luar biasa untuk bisa berbahasa Indonesia. Datang pertama ke sekertariat Galatama, awal 1987.

Setelah rapat dengan para petinggi PSSI seperti Acub Zainal, administratur Liga Galatama, Ismed, Nabon Noor, Wandi Batangtaris (bidang luar negeri PSSI), Andi Darussalam (sekertaris Liga Galatama), dan Danurwindo asisten pelatih, Polosin langsung bertemu dengan para wartawan sepakbola.

Ada Yesayas (Kompas), Eddy Lahengko (Suara Pembaruan), Alfon Suhadi (Suara Karya), Isyanto (Pos Kota), Hermanto (Waspada), Bambang Sukendro (Berita Buana), Munadjad Cader (Berita Yudha), Riang Panjaitan dan Raden Barys (Sinar Pagi), saya (BOLA), Barce (Wawasan), Salamun Nurdin (Pelita), Mardi (Merdeka), dan lain-lain.

Kami langsung berdialog. Ya, pertemuan yang seharusnya press-coference berubah jadi dialog. Meski terbata, 1 hingga 2 kata bahasa Indonesia dilontarkan Polosin dengan lucu.

Sejak itu, saya dan Riang, paling sering bersama Danur mengajarinya bahasa Indonesia. Setiap selesai latihan pagi atau sebelum latihan sore, kami di lantai 2 kantor Liga Galatama, selalu membuat 'kelas' khusus.

Pendeknya kemauan Polosin sangat luar biasa, tak heran dalam 3-4 bulan, kosakatanya tentang bahasa Indonesia, sangat banyak. Berbdea dengan asistennya Vladimir Urin.

Dalam satu kesempatan, Polosin ditanya wartawan pada posisi door stop.

"Ya saya sudah dua tuhan di Indonesia," katanya menjawab pertanyaan wartawan yang tidak mengenal dan tidak mengikuti tentang Polosin.

Pertanyaannya juga standar saja: "Sudah berapa lama anda di Indonesia?"

Kontan jawaban itu membuat heboh. Jika saat itu sudah ada medsos, pasti viral. Kisah dua tuhan itu pun terus-menerus dikisahkan dari mulut-kemulut. Polosin selalu terkekeh ketika kisah itu diulang di dekatnya.

"Saya mau bilang dua tahun, tapi jadi dua tuhan," katanya sambil tertawa panjang.

FISIK

Lepas dari itu, Polosin sukses mengulang medali emas cabang sepakbola di SEA Games XVI, Manila 1991. Widodo C Putro dan kawan-kawan mengalahkan Thailand dalam laga adu-penalti setelah selama 120 menit bermain imbang 0-0.

Hebatnya fisik para pemain sangat luar biasa. Apalagi di semifinal vs Sibgapura kita juga menang adu-penalti 4-2.

"Kuncinya fisik, " kata Polosin.

Itu sebabnya tim nasional asuhannya selintas tak banyak terlihat berlatih strategi. Lari, lari, fisik dan fisik. Itu juga yang membuat beberapa pelatih lokal 'marah'.

"Pelatih sepakbola nasional kok ngelatih lari?" sindir salah seorang mantan pelatih nasional.

"Kalau cuma lari-lari kayak gitu, ya buat apa dibayar mahal?" sindir yang lain.

Catatan, jika tak keliru Polosin dapat gaji perbulan 5000 USD. Kurs dolar saat itu Rp 1.651/USD jika dirupiahkab Rp 8,255,000. Pelatih lokal kita sekitar Rp 4 jutaan.

Tapi, Polosin melalui Danur tak pernah menggubrisnya. Hebatnya, ini bedanya, Polosin Urin, dan Danur pun ikut langsung berlari-lari. Berbeda dengan prlatih kita waktu itu, jika pemainnya berlatih fisik, mereka asyik ngobrol di pinggir lapangan.

Suatu ketika menjelang keberangkatan ke SEA Games, Manila. Polosin, Urin, dan Danur terlihat tegang. Sesekali Polosin melepaskan napasnya agak memburu. Bola matanya berkaca-kaca. Ruang lantai 2 sekertariat Liga itu jadi saksi.

Ketika saya masuk, suasana sungguh kaku, tegang. Tak lama Danur berkisah, Polosin dan Urin bimbang. Di negaranya sedang kacau.

"Di satu sisi ia berpikir tentang keluarganya, di sisi lain, sebagai profesional, ia wajib bertanggung jawab," ujar Danur.

Ya, kala itu Uni Soviet berada di ujung tanduk. Tiga wilayah sudah melepaskan diri dari Uni Soviet: Estonia, Latvia, Lituania.

"Saya bingung," kata Polosin, suaranya begitu perlahan dan logatnya tetap lucu.

Polosin lahir di Tasken, Uzbekistan, tapi seluruh keluarganya di Ukraina. Lama, kami berempat tak mengeluarkan kata-kata. Suara AC terasa begitu kencang memenuhi seluruh ruangan.

Selepas sukses di Seag Manila, Polosin tak bisa segera kembali karena kekacauan begitu luar biasa di Uni Soviet. Dan ketika negerinya resmi bubar, Januari 1992, saya bertemu Polosin, masih di kantor Liga Galatama, Stadion Utama, ia tersenyum pahit.

"Paspor saya tak berlaku. Saya tak punya negara," katanya lagi.

Terlihat wajahnya begitu memilukan.

Itulah pertemuan terakhir saya dengan pelatih yang keras tapi lembut. Yang baik, tapi tegas. Yang lucu, tapi tak mau kompromi pada ketidak disiplinan.

Saat ini Polosin sudah berpulang, tepatnya 11 September 1997, di usianya yang ke-67, di Moskow. Ia meninggal sebagai warga negara Rusia.

Spasibo (spasiba) drug ya terima kasih sahabat....

*M. Nigara, Wartawan Sepakbola Senior

M. Nigara (dok pribadi)
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini