Sontak, publik menolak tuntutan yang dinilai tidak adil itu.
Sebab dalam kasus serupa yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, para pelaku penyiraman air keras dihukum 8-12 tahun penjara.
Adapun motif penyerangan terhadap Novel disebut dendam. Padahal antara Novel dan kedua terdakwa tak saling kenal. Inilah kejanggalan kesekian kalinya.
Spekulasi liar pun berkembang. Novel hendak dihabisi karena sepak terjangmya di KPK dalam prmberantasan korupsi.
Novel telah mengusik kepentingan pihak-pihak tertentu baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Baca: Bunuh Suami dan Anak Tiri, Ketiga Pembantu Aulia Kesuma Divonis Penjara 10 Hingga 14 Tahun Penjara
Baca: Pesaing Renault Climber Nih, Small Crossover Hyundai Venue Flux Mendebut dengan Gril Depan Gagah
Baca: Ikatan Dokter Anak Indonesia Sarankan Masuk Sekolah Ditunda Hingga Tahun Depan
Baca: Kontroversi RUU Haluan Ideologi Pancasila: Catatan Kritis dari DPP KNPI
Novel merupakan "common enemy" bagi mereka yang kepentingan kleptomanianya terganggu.
Dilihat dari tuntutan terhadap kedua terdakwa yang hanya 1 tahun penjara, diyakini ujung dari proses hukum kasus Novel ini akan sama dengan kasus Munir.
Yang "dikorbankan" hanya eksekutor lapangan, sedangkan aktor intelektualnya tak tersentuh. Ronny Bugis dan Rahmat Kadir hanyalah bidak-bidak catur.
Maka, dukungan terhadap Novel pun kian lantang disuarakan. Tuntutan 1 tahun penjara itu dianggap tidak adil dan menzalimi Novel.
Sejumlah tokoh yang selama ini berseberangan dengan pemerintah pun makin kencang memberikan dukungan dengan mendatangi kediaman Novel, Minggu (14/6/2020).
Mereka antara lain mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi Iwan Sumule, mantan Juru Bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie Massardi, akademisi Rocky Gerung, dan pakar hukum tata negara Refly Harun. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli, dan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin yang semula berencana hadir akhirnya berhalangan.
Seperti Munir, Novel pun akan menjadi ikon atau simbol baru perlawanan terhadap pemerintah. Bedanya, Munir dalam soal HAM, Novel dalam hal pemberantasan korupsi.
Tak perlu bersih-bersih amat untuk menjadi ikon perlawanan. Lihat saja kasus George Floyd (46), warga kulit hitam keturunan Afrika-Amerika yang terbunuh oleh polisi kulit putih di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, 25 Mei 2020 lalu.
Sebelum terbunuh, Floyd ditangkap polisi karena melakukan tindak kriminal, yakni membeli sebungkus rokok seharga US$ 20 dengan uang palsu.