Dinas Pertanian, misalnya, menyelipkan program pengembangan wisata agro. Dinas Pendidikan misalnya, memasukkan muatan pariwisata dalam kurikulum ekstranya. Kominfo Kabupaten Banyuwangi, juga turut mengembangkan pariwisata di antara tupoksi yang diemban. Begitu pula Satker-satker yang lain. Terpadu. Terarah.
Saat Doni Monardo berbicara, ia tanpa ragu meminta para kepala daerah menyiapkan sektor pariwisata sebagai leading sektor memulihkan perekonomian di tengah pandemi. Semua daerah, tanpa kecuali. Sebab, semua daerah di Indonesia pada dasarnya memiliki potensi alam yang sangat indah dan diminati tidak saja turis domestik, tetapi juga turis asing.
“Tidak perlu menunggu ada investor membangun hotel. Bagi daerah yang belum memiliki hotel berbintang, tidak perlu khawatir. Kembangkan homestay. Libatkan masyarakat. Bantu mereka menyiapkan satu-dua kamarnya untuk para turis dengan fasilitas yang hiegienis. Bantu masyarakat dengan merenovasi isi kamar dan toilet yang bersih. Turis asing yang penting bersih. Mereka, para turis asing itu senang hidup membaur dengan masyarakat lokal,” papar Doni.
Mantan Danjen Kopassus itu lantas mencontohkan daerah kawasan Lease, tepatnya di Nusalaut. Di sana tidak ada hotel. Pulaunya juga tidak besar, tapi sangat indah. Sewaktu menjabat Pangdam XVI/Pattimura (2015-2017), Doni melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana para turis asing menikmati Nusalaut, dan menginap di rumah-rumah penduduk.
Kejutan Anak Buah
Begitulah, vicon berlangsung hingga larut. Pulaslah tidur meski hanya beberapa jam saja namun lelap. Pagi cerah, saat Doni keluar kamar dalam pakaian olahraga. Ia pun jogging di sekitar pendopo yang asri. Doni ditemani Kolonel Lucky Avianto mantan Dan Grup 1 Kopassus Serang yang kini menjabat sebagai asissten di Kodam Kasuari Papua Barat.
Belum selesai tiga putaran, belasan prajurit berpakaian PDL mendatanginya. Doni sempat kaget. Tapi demi melihat semua memberi hormat padanya, maka Doni pun berhenti. Ia menatap satu per satu prajurit di depannya.
Sorot mata para prajurit, bukan sorot mata yang asing. Apalagi satu-dua prajurit seperti tak kuasa menahan rasa haru sekaligus gembira bisa menemui Doni, yang tak lain adalah bekas komandannya di Batalyon Infanteri (Yonif) 900/Raider, Singaraja – Bali. Sebuah batalyon infanteri di bawah Kodam IX/Udayana yang sebelumnya bernama Yonif 741/Satya Bhakti Wirottama.
Benar. Doni pernah menjadi Danyonif 900/Raider antara tahun 1999 sampai tahun 2001. “Wah, kejutan nih,” kata Doni.
Kejutan yang menyenangkan. Karena, ternyata mereka masih ingat kesukaan Doni. Karenanya, mereka membawa serta kelapa muda spesial buat Doni Monardo. Mantan komandan yang mereka kenal sangat baik.
Doni lantas mengajak para prajurit itu duduk santai di pojok depan sebelah kiri pendopo. Kurang lebih satu jam, Doni bernostalgia masa-masa hidup di Pulau Dewata bersama mereka. Dari obrolan mereka, diketahui, Doni banyak meninggalkan kenangan harum.
Sebelum Doni menjabat, Batalyon itu nyaris tak pernah terdengar keberadaannya. Tapi di bawah kepemimpinan Doni, Batalyon itu menjadi terkenal. Dikenal karena prestasinya.
Doni cerita, waktu itu ada 40 orang prajurit yang memiliki kesamaptaan prima, terutama Samapta A, yakni lari pada jarak 3.200 – 3.450 meter. Jika mampu membukukan catatan waktu antara 12 - 13 menit, artinya prima.
“Benar sekali. Pak Doni waktu itu memberi kami insentif Rp 25.000 per prajurit bagi yang mampu mempertahankan Samapta A,” timpal seorang prajurit, mengenang.