OLEH : ALOYS BUDI PURNOMO, Pastor Kepala Campus Ministry, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata
SEBAGAI Pastor Katolik yang pernah melayani Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang selama 11 tahun (Mei 2008-Maret 2019), saya selalu bersyukur, berterima kasih, dan menghormati umat Islam yang merayakan Idul Adha atau juga dikenal sebagai Idul Kurban (Idul Qurban).
Hari Raya Idul Adha yang mengacu pada iman dan pengalaman spiritual Nabi Ibrahim pun direnungkan dalam tradisi Gereja Katolik (Kejadian 22:1-19).
Spirit ketaatan dan penyerahan Nabi Ibrahim menjadi istimewa justru ketika beliau tidak lekat pada hak milik pribadi, termasuk keturunan yang dirindukannya, siapa pun dia.
Nabi Ibrahim justru mengutamakan kehendak Allah dengan menyembelih setiap egoisme, kelekatan duniawi, dan hasrat manusiawinya akan kesejahteraan (yang dilambangkan dengan keturunan).
Terutama kehendak Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa! Itulah spirit pengorbanannya.
Rahmatan lil Alamin
Maka dalam semangat dan sikap Nabi Ibrahim tersebut terpancarlah spirit rahmatan lil alamin, yakni rahmat dan berkat bagi seluruh alam semesta ini.
Dalam spirit itu pula, Umat Islam menghayati iman dan agamanya setiap kali merayakan Idul Adha.
Tekadnya adalah menyembelih dan mengorbankan setiap egoisme pribadi agar semakin tunduk dalam penyerahan kepada Allah Yang Maha Esa, Maha Kuasa dan Maha Rahim.
Dengan itu, dikembangkanlah semangat berbagi berkat kepada siapa saja, terutama kaum duafa dan yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Maka, sungguh indah merenungkan makna Idul Adha seperti itu, termasuk bagiku, yang adalah seorang pastor Katolik dalam semangat persahatan dan persaudaraan dengan umat Islam di mana pun.
Mulai dari jemaahnya hingga para Romo Kiai Haji, Habaib, dan para Ulama yang selalu istimewa di hati saya seperti Gus Mus, Gus Muwafiq, Gus Yusuf Chudlori, dan Habib Luthfi bin Yahya , untuk menyebut beberapa nama yang selama ini kukenal sangat dekat sebagai guru dan sahabat.
Dari beliau-beliau itulah, saya belajar dan mengalami Islam sebagai rahmatan lil alamin yang sejuk, teduh, dan damai.
Tidak mengherankan sebelum pandemi Covid-19 melanda, setiap kali kami berjumpa, perjumpaan tak pernah tidak ditandai dengan peluk cium penuh perdamaian dan persaudaraan di antara kami.
Sebagai tanda hormat dan takzimku, selalulah ku ikuti dengan sikap penuh kasih mencium telapak tangan beliau-beliau itu sebagai guru dan sahabat.
Di sinilah, spirit rahmatan lil alamin mengalir, membuncah, menjadi berkah, bukan hanya bagiku tetapi juga bagi siapa saja yang melihatnya dengan cinta.
Tak heran, banyak orang muda yang selalu merasa mendapatkan suatu contoh indah perdamaian dan persaudaraan dalam kerukunan dan keberagaman atas peristiwa-peristiwa sederhana yang kami hayati itu sebagai buah rahmatan lil alamin.
Sikap positif
Gereja Katolik mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersikap positif terhadap umat beragama lain, apa pun agama dan kepercayaannya.
Itulah sebabnya, Gereja Katolik mengajarkan sikap positif itu ditandai dengan menerima dan menghormati apa pun yang baik, benar dan suci di dalam agama-agama lain dan setiap kebudayaan.
Bahkan dengan sikap hormat yang tulus Gereja Katolik merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang (Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium 16 dan Nostra Aetate 2).
Dalam dokumen yang sama juga disebutkan Gereja Katolik mendorong para puteri-puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain.
Juga sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada semua agama dan kebudayaan.
Disebut secara khusus sikap hormat gereja dakam menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia.
Termasuk penyerahan diri dengan segenap hati kepada ketetapan-ketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Nabi Ibrahim.
Itulah yang dihayati umat Islam dalam Hari Raya Idul Adha. Umat Islam menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa.
Tidak berlebihanlah bila Gereja Katolik mendorong dua belah pihak, supaya dengan tulus hati melatih diri untuk saling memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan (Nostra Aetate 3).
Dalam spirit itulah, semoga Hari Raya Idul Adha di masa pandemi Covid-19 ini tidak mengurangi silaturahim kita satu terhadap yang lain.
Semoga spirit kurban leluhur iman kita yang sama, Nabi Ibrahim menjadi spirit kita bersama untuk saling mengasihi dalam semangat persaudaraan dan perdamaian dengan menyembelih setiap egoisme kita.(*)
Penulis bisa ditemui lewat akun media sosialnya:
Facebook: Aloys Purnomo, Aloys Purnomo II, Aloys Purnomo III
Instagram: aloys_budi_purnomo_pr