Oleh: Dr H Sumaryoto Padmodiningrat MM
TRIBUNNEWS.COM - Masihkan kita ingat akan kisah Sisifus dalam mitologi Yunani?
Kisah tersebut kini juga terjadi pada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Adalah Albert Camus (1913-1960), sastrawan eksistensialis asal Perancis itu, yang tahun 1942 menulis “Le Mythe de Sisyphe” (Mitos Sisifus).
Sisifus adalah tokoh yang dikutuk untuk selama-lamanya mengulangi tugas yang sia-sia, yakni mendorong batu ke puncak gunung, namun ketika hendak mencapai puncak, batu itu menggelinding jatuh kembali.
Sisifus pun harus mengulangi pekerjaan mendoroing batu itu ke puncak, lalu jatuh lagi, lalu dorong lagi, begitu seterusnya.
Mengapa Sisifus dikutuk? Karena ia mencuri rahasia para dewa.
Baca: Jakarta Berlakukan PSBB Total, Apa Saja yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan?
Nasib Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun demikian. Bedanya, bila Sisifus dikutuk karena mencuri rahasia para dewa, Anies "dikutuk" karena kelalaiannya sendiri.
Menghadapi pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19, Anies akan kembali menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mulai Senin (14/9/2020).
Pasalnya, jumlah kasus positif Covid-19 di Ibu Kota terus meningkat. Penanganan Covid-19 di Jakarta pun kembali ke awal lagi.
Pada saat awal kasus Covid-19 yang diketahui mulai menyerang Indonesia pada 2 Maret 2020 di Depok, Jawa Barat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan PSBB mulai 10 hingga 23 April 2020.
Aturan tentang PSBB ini tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 33 Tahun 2020.
Konsekuensinya, kegiatan perkantoran dihentikan, diganti dengan "work from home" (WFH) atau bekerja dari rumah, gedung sekolah ditutup, diganti dengan belajar jarak jauh, ojek online dibatasi, hingga warga tidak boleh berkerumun.
Semua orang wajib melaksanakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, termasuk menjaga jarak, rajin mencuci tangan, dan mengenakan masker bila keluar rumah.
Setelah beberapa kali sempat diperpanjang, seiring kebijakan pemerintah pusat menerapkan kebijakan "new normal", Pemprov DKI Jakarta pun menerapkan kebijakan PSBB Transisi atau PSBB yang dilonggarkan.
Tempat-tempat hiburan malam, tempat-tempat rekreasi, dan mal-mal kembali dibuka. Jalanan mulai macet, sehingga kebijakan "ganjil-genap" pun kembali diberlakukan.
Ironisnya, Anies Baswedan juga mengizinkan aksi-aksi demonstrasi di wilayahmya, termasuk deklarasi sebuah perkumpulan. Akibatnya, angka positif Covid-19 kembali melonjak.
DKI Jakarta kembali masuk zona merah. Anies seolah terkena "kutukan" Sisifus akibat langkah ironinya itu.
Sebaliknya, di daerah-daerah lain angka positif Covid-19 cenderung menurun.
Anies berdalih, naiknya angka positif Covid-19 tersebut karena masifnya "rapid test" dan "swab test" di Ibu Kota. Namun "alibi" tersebut terpatahkan, karena daerah-daerah lain yang juga gencar melakukan "rapid test" dan "swab test", jumlah kasusnya cenderung menurun.
Bukan Anies namanya kalau tidak terninabobokkan oleh asumsinya sendiri. Ia pun tenang-tenang saja. Begitu angka positif Covid-19 melonjak tajam dalam seminggu terakhir ini, Anies kaget. Lalu menyatakan harus menarik "rem darurat" dengan pemberlakuan kembali PSBB secara ketat, Rabu (9/9/2020).
Simalakama
Dengan penerapan PSBB, roda perekonomian DKI Jakarta diprediksi akan "lumpuh". Angka pengangguran akan bertambah. Roda perekonomian nasional pun akan terkena imbasnya. Pasalnya, 70 persen perputaran ekonomi nasional ada di Jakarta.
Pemerintah pusat pun akan menghadapi buah simalakama: dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati.
Membiarkan Anies menerapkan PSBB akan berdampak pada memburuknya perekonomian nasional, namun bila melakukan intervensi, pemerintah pusat bisa dituding membiarkan korban Covid-19 terus berjatuhan.
Apalagi untuk menerapkan PSBB, Pemprov DKI Jakarta tak perlu izin pemerintah pusat lagi.
Namun apa pun ceritanya, pemerintah pusatlah yang akan terkena imbas paling besar dari kebijakan PSBB Anies ini, terutama soal ekonomi.
Sebab, sekali lagi, 70 persen perputaran ekonomi nasional ada di Jakarta.
Ataukah Anies memang sengaja melakukan kelalaian, atau kelalaian yang justru disengaja, dengan mengizinkan aksi-aksi demonstrasi massa dan deklarasi perkumpulan, sehingga angka Covid-19 melonjak, untuk merepotkan pemerintah pusat, dan dari sana Anies menangguk keuntungan politik?
Biarlah waktu yang bicara.
* Dr H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI.