News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Prioritaskan Reformasi Ekonomi Sebelum Jalankan Hilirisasi: Hanya Untungkan Oligarki

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Di masa 10 tahun pemerintahannya, Presiden Jokowi terus mendorong hilirisasi terutama di sektor tambang dengan alasan untuk memberi nilai tambah dan manfaat ekonomi di dalam negeri.

 

 

Prioritaskan Reformasi Ekonomi Sebelum Jalankan Hilirisasi: Hanya Untungkan Oligarki

 

Oleh: Adrian Farhan Mubarok

KETIKA Indonesia berhasil menumbangkan rezim Orde Baru pada tahun 1998, harapan besar tertuju pada perubahan menyeluruh di berbagai aspek, terutama politik dan ekonomi.

Reformasi politik kemudian mengantar Indonesia menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, sementara reformasi hukum berupaya membangun institusi yang lebih transparan dan akuntabel. 

Namun, apa yang diharapkan dari reformasi ekonomi? Harus diakui bahwa keberhasilan reformasi politik dan hukum tampaknya belum tercermin dalam ekonomi nasional kita.

Ekonom senior Indonesia, Faisal Basri, pernah menyebutkan bahwa Indonesia belum benar-benar mengalami reformasi ekonomi yang sesungguhnya.

“Sistem yang ada sekarang ini hanya memodifikasi yang lama,” ujarnya dalam salah satu seminar ekonomi di Universitas Indonesia pada 2019. Meskipun ada beberapa perbaikan di bidang keuangan dan kebijakan fiskal, ketimpangan ekonomi tetap menjadi persoalan besar.

Dalam Laporan World Inequality Database (WID) tahun 2023, tercatat bahwa kekayaan 1 persen orang terkaya di Indonesia mencapai lebih dari 50% total kekayaan nasional.

Ini menunjukkan ketimpangan yang sangat tinggi di mana keuntungan pertumbuhan ekonomi sebagian besar hanya dinikmati oleh elit kecil. 

Fakta ini memperkuat pandangan Joseph Stiglitz, peraih Nobel Ekonomi, yang menekankan bahwa “ketimpangan bukanlah hasil yang tak terhindarkan dari pertumbuhan ekonomi, melainkan hasil dari kebijakan yang dibuat untuk memberi manfaat bagi segelintir orang.”

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, dari minyak bumi, gas alam, hingga mineral langka. Sayangnya, kekayaan ini justru menjadi sumber ketimpangan yang parah.

Menurut laporan dari Natural Resource Governance Institute (2022), sektor-sektor sumber daya alam di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan besar dan oligarki yang memiliki akses lebih besar terhadap keputusan-keputusan kebijakan.

Baca juga: Prabowo Minta Review Aturan yang Tak Dukung Hilirisasi Hingga Swasembada: HGU Harus Berkeadilan

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini