News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Melawan Radikalisme dari Dalam, Sebuah Komitmen Kebangsaan

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Ainul Yakin Simatupang

Oleh : Muhammad Ainul Yakin Simatupang  *)

DUA tahun lalu, tepatnya tahun 2018, data mencengangkan muncul dari Badan Intelijen Negara (BIN), BIN menyebut bahwa terdapat 41 masjid pemerintaha terpapar paham radikal.

Jumlahnya 41 dari 100 masjid yang di survei, yang tersebar di lingkungan kementerian, lembaga, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Hasil riset Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M NU) menyebut bahwa masjid-masjid BUMN adalah masjid yang paling rentan terhadap penyusupan kelompok radikal.

Terbukti, dari 37 masjid yang disurvei, lebih dari separuhnya, yaitu 21 masjid (57 persen) terindikasi radikal.

Tidak hanya itu, pada tahun yang sama, survei P3M NU juga menyebut bahwa 7 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 39% mahasiswa tertarik paham radikal.

Baca juga: Pangdam Jaya Laksanakan Manunggal Jumat di Masjid Jami Al- Munawwar Pancoran Barat

Hal mengejutkan lainnya diungkapkan oleh lembaga Alvara Research, hasil riset mereka tahun 2017 di 6 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Sumatera dan Semarang) menyebut bahwa 19.4% Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak setuju dengan Pancasila.

Membentengi Negara Dari Gerakan Radikal

Data di atas menjelaskan bahwa radikalisme yang dimaksud adalah pandangan, sikap, dan dan perilaku yang cenderung menganggap kelompoknya paling benar dan kelompok lain salah.

Selain itu, mereka mudah mengkafirkan kelompok lain dan tidak bisa menerima perbedaan, baik perbedaan berdasarkan etnis, agama maupun budaya.

Ada kecenderungan memaksakan keyakinannya pada orang lain dan menganggap demokrasi termasuk demokrasi Pancasila sebagai produk kafir, dan membolehkan segala cara atas nama agama.

Baca juga: LPSK Kirim Tim ke Sigi, Beri Perlindungan untuk Korban Teror MIT

Kondisi ini, jika dibiarkan, akan membahayakan persatuan bangsa ke depan dan tentu mengganggu proses pembangunan yang sedang dilakukan pemerintah.

Hal ini tampaknya dipahami betul oleh Menteri BUMN Erick Tohir.

Meski memiliki fokus untuk memajukan BUMN secara profesional, Erick tetap memberikan perhatian pada hal-hal mendasar seperti membentengi kementeriannya dengan menempatkan dai-dai dari Nahdlatul Ulama sebagai pendakwah di masjid-masjid BUMN.

Kerjasama Kementerian BUMN dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan menempatkan para ulama NU untuk mengisi ceramah dan kajian di berbagai masjid yang terdapat di seluruh perkantoran BUMN adalah komitmen yang luar biasa untuk mencegah gerakan radikal masuk di dalam lembaga pemerintahan, khususnya BUMN.

Komitmen seperti ini tentu timbul dari kesadaran berbangsa yang dalam dan serius.

Dengan demikian, untuk membangun suatu iklim bisnis yang profesional di BUMN adalah dengan membuat suasana intenal kondusif dan terbebas dari gangguan, salah satunya membentengi masjid dan karyawan BUMN dari gerakan-gerakan radikalisme.

Hal ini patut ditiru kementerian dan lembaga lainnya.

*) Wakil Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jakarta

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini