OLEH: Achmad Farial
Di Minggu kedua di Bulan November 2020 ini PPP kembali dikejutkan dengan ditahannya 2 orang Pengurus Harian DPP PPP berturut-turut oleh KPK dan sebelumnya memang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia anggaran yaitu: Sdr. Puji Suhartono, Wakil Bendahara Umum yang ditahan pada Selasa (10/11) dan Sdr. Irgan Chairul Machfiz, Wakil Ketua Umum pada Rabu (11/11).
Peristiwa ini sejatinya harus menjadi rambu-rambu kuat kepada seluruh kader PPP terutama mereka yang duduk di jabatan publik agar menjaga diri dari perbuatan melakukan tindak pidana korupsi.
Apalagi dalam Minggu pertama Bulan Desember 2 menteri kabinet Jkw 2 (Edy Prabowo Menteri KKP dan Juliari P Batubara Menteri Sosial) ditangkap OTT oleh KPK. Artinya KPK masih memiliki taring yang kuat untuk melakukan tugasnya memberantas tindak pidana korupsi.
Peristiwa hukum ini juga seharusnya memberikan peringatan kuat bagi PPP yang akan melakukan Muktamar IX digelar di 10 kota yang dilakukan secara offline dan online.
Era pasar bebas dalam sistem politik Indonesia telah mendorong terjadinya tindak pidana korupsi baik di lembaga eksekutif, dari Kepala Desa, Bupati, Walikota, Gubernur hingga Menteri.
Demikian juga di lembaga legislatif mulai dari DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi hingga DPR RI. Apalagi 2 Ketum PPP yaitu; Suryadharma Ali dan Romahurmuzy berturut-turut telah dipidana melakukan tindak pidana korupsi.
Beberapa hari lagi Muktamar IX PPP akan digelar. Sampai saat ini hanya ada 2 calon kuat yang akan maju menjadi Ketum PPP yaitu; Suharso Monoarfa dan Taj Yasin.
Keduanya telah mendeklarasikan diri dan melakukan konsolidasi ke pengurus cabang dan wilayah se-Indonesia untuk meminta dukungan.
Dalam konteks ini maka ada beberapa catatan yang mesti dipertimbangkan oleh Muktamirin dalam memilih Ketum.
Pertama, Ketum PPP mesti terjamin kebersihannya dari tindak pidana korupsi. Karena itu calon yang pernah menduduki jabatan di badan anggaran baik di DPR maupun DPRD selayaknya tidak dipilih sebab berpotensi ditangkap KPK karena menjadi broker anggaran.
Jika Ketum PPP ditangkap untuk ketiga kalinya oleh KPK maka hampir bisa dipastikan pada pileg 2024 PPP KO dan tidak akan bisa bangkit lagi.
Kedua, dalam kondisi yang tidak terkelola dengan baik, PPP membutuhkan Ketum yang memiliki kemampuan mobilitas tinggi.
Ketum PPP harus fokus mengurus partai, mampu mendatangi seluruh cabang dan dpw di Indonesia dalam rangka konsolidasi total, sehingga komunikasi politik dan programatik dapat berjalan dengan efektif dan implementatif.
Dalam kondisi ini juga, Ketum PPP harus memiliki kesiapan untuk menerima kader dalam 24 jam, menerima berbagai keluhan bahkan siap untuk membantu berbagai permasalahan yang dihadapi kader PPP.
Dan ketiga, Ketum PPP dituntut memiliki integritas terpuji, selaras antara ucapan dan perbuatan, jujur, amanah, fathonah, tabligh dst. Sehingga Ketum PPP mampu memerankan diri sebagai tokoh panutan bagi umat Islam dan kaum millenial.
Dengan demikian akan terbangun kepemimpinan yang kuat, mengakomodir fusi partai, solid, dan mendorong kerja keras dan kerja cerdas dengan menghidupkan seluruh struktur partai.
Sekali lagi, tentu saja pilihan siapa yang akan menjadi Ketum PPP dan melalui mekanisme seperti apa tergantung muktamirin.
Namun jika peserta muktamar hanya memikirkan kepentingan sesaat dan mengabaikan kepentingan strategis sehingga salah memilih Ketum, maka PPP akan sulit untuk dibangkitkan kemungkinan akan mengakhiri perjalanannya dalam pileg 2024.
Semoga hal ini tidak terjadi.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, penulis ingin mengingatkan kepada Muktamirin bahwa legitimasi Muktamar IX ini keabsahannya tidak terlalu bulat, karena pengesahan kepanitian SC maupun OC yang ditandatangani oleh Plt. Ketum yang tidak memenuhi syarat AD/ART.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam dalam penyusunan AD, ART dan tata tertib terutama perihal pemilihan Ketua Umum hendaknya diperlonggar.
Kenapa hal ini mesti dilakukan yaitu untuk membuka peluang majunya calon Ketum PPP lebih banyak lagi.
Dengan makin banyaknya calon Ketum akan meningkatkan persaingan dan diharapkan dapat melahirkan Ketum PPP yang baru dan mampu memberikan jawaban atas persoalan yang dihadapi PPP.
Muktamar IX PPP bukanlah Muktamar terakhir, tetapi hendaknya menjadi awal kebangkitan bagi PPP.
Setiap zaman memiliki pemimpinnya, dan setiap pemimpin akan memiliki zamannya, semoga pada Muktamar IX ini akan terpilih Ketum PPP yang benar-benar baru yang dapat mengkonsolidasi, memodernisasi dan membawa kemenangan bagi PPP dalam pileg dan pilpres 2024,
*Achmad Farial, kader senior PPP