OLEH : ERINDRA BUDI, Dosen Diploma Kebidanan UNS/Mahasiswa S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat UNS
STATUS gizi balita merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Masalah utama yang dihadapi di bidang ini adalah masih tingginya angka kejadian stunting.
Stunting adalah kurang gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, umumnya ditandai dengan anak berperawakan pendek, lebih pendek dari pada anak seusianya.
Hal ini terlihat lebih jelas ketika anak berusia dua tahun. Di masa yang akan datang, stunting menyebabkan pertumbuhan fisik dan kognitif/kecerdasan tidak optimal, mudah terkena penyakit, produktivitas menurun (Rahayu, 2018).
Pemerintah dengan berbagai upaya yang dilakukan, berhasil menurunkan jumlah balita yang mengalami stunting secara nasional sebesar 3%, yang di 2018 30,8 % dan 2019 menjadi 27, 67 % (Litbangkes, 2019).
Baca juga: Melawan Stunting dengan Biskuit Kelor
Baca juga: Cegah Stunting di Masa Pandemi Perlu Sinergi Pemerintah dan Swasta
Baca juga: Perlu Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Serta Masyarakat untuk Cegah Risiko Anak Stunting
Namun demikian angka ini masih lebih tinggi dibanding negara lain di kawasan asia tenggara seperti Malaysia, Thailand, Singapura.
Pemerintah berupaya menurunkan angka stunting minimal 3% tiap tahun hingga mencapai 14% di 2024 (Setkab.go.id).
Guna mewujudkan target ini, pemerintah meluncurkan strategi nasional percepatan penurunan stunting.
Strategi ini menjadi prioritas pemerintah di tataran pusat maupun daerah hingga desa. Pemerintah juga melibatkan peran serta masyarakat guna menyukseskan program ini (TNP2K.go.id).
Salah satu ujung tombak kegiatan adalah Pos Pelayanan Terpadu (Yandu). Pandemi Covid 19 menjadi tantangan berat bagi eksistensi kegiatan Pos Yandu.
Adanya kebijakan dari pemerintah untuk membatasi aktivitas di luar rumah, menjaga jarak, bekerja dari rumah, memakai masker, dan protokol pencegahan penyebaran Covid 19 lainnya membuat banyak pengelola Pos Yandu menghentikan sementara aktivitasnya.
Suatu keadaan yang dilematis. Dengan adanya Pos Yandu saja angka stunting masih jauh di atas target, apalagi jika tidak ada Pos Yandu.
Di sisi lain tetap mengadakan Pos Yandu tanpa adanya penyesuaian kebiasaan, mengakibatkan risiko tinggi tertular yang pada gilirannya akan menambah jumlah korban pandemi Covid 19.
Pendekatan sistematis sangat diperlukan guna mengatasi kondisi dilematis ini. Semua komponen bangsa yang terlibat dalam kegiatan percepatan penurunan stunting dan pencegahan Covid 19 harus bekerja bersama dalam suatu sistem guna mencari berbagai alternatif kegiatan Pos Yandu.
Buku System Thinking yang dirilis WHO di tahun 2009 menguraikan ada enam blok/komponen yang harus dipenuhi agar sistem yang dikembangkan bisa berdaya guna. Ke enam blok tersebut yaitu :
1. Pemerintah
Fungsi pemerintah adalah pembuat kebijakan. Saat ini pemerintah melalui Kemenkes telah menerbitkan Panduan Pelayanan Kesehatan Balita pada masa tanggap darurat Covid 19.
Dalam panduan disebutkan bila Pos Yandu berada di daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dilakukan di rumah masing-masing.
Bila pemerintah daerah tidak memberlakukan PSBB atau kasus Covid 19 negatif maka kegiatan Pos Yandu bisa dijalankan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Kondisi PSBB dan kasus Covid 19 sangat fluktuatif. Untuk itu update informasi kondisi pandemi harus sering disampaikan kepada masyarakat.
2. Pemberian layanan
Kegiatan utama seperti pemantauan tumbuh kembang anak tetap harus dilakukan sekalipun di masa pandemi.
Jika situasi memungkinkan dan diijinkan oleh pemerintah setempat, kegiatan Pos Yandu dilaksanakan secara langsung di tempat yang lapang dan menerapkan protokol kesehatan.
Balita dibawa sendiri oleh orang tuanya, membawa selendang/kain untuk menimbang sendiri, kader menyiapkan tempat posyandu seperti mendesinfeksi meja dan kursi serta area Pos Yandu, masker, tempat cuci tangan beserta sabun, memeriksa suhu tubuh, memastikan kader dalam keadaan sehat.
Jika pemerintah setempat tidak mengizinkan pelaksanaan Pos Yandu secara langsung, maka pemantauan tumbuh kembang dapat dilakukan dengan cara kader mendatangi rumah warga sehingga tidak terjadi kerumunan.
Kader dilengkapi dengan alat pelindung diri. Warga yang telah mendapat penjelasan tentang prosedur pengukuran dan mempunyai kemampuan untuk mengukur pertumbuhan dan perkembangan bisa melakukan kegiatan tersebut sendiri dan melaporkan hasilnya kepada kader posyandu melalui media sosial atau sistem informasi jika tersedia.
Pelayanan imunisasi dan pemberian vitamin tetap dilaksanakan baik di puskesmas maupun di lokasi yang disepakati.
Berbagai cara dan variasi pemberian layanan ini sudah ditempuh di beberapa daerah dengan memperhatikan kondisi pandemi yang diumumkan oleh pemerintah setempat.
3. Sumber daya manusia
Menjalankan Pos Yandu di masa sebelum covid bukan hal yang mudah, membutuhkan kader pilihan yang bekerja luar biasa tanpa pamrih demi mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Keadaan ini semakin sulit di masa pandemi. Namun kebulatan tekad, kepedulian yang tinggi, serta kerja ikhlas dan cerdas dari para kader Pos Yandu, membuat beberapa daerah bisa melaksanakan kegiatan dengan caranya masing-masing.
Adanya kebijakan bekerja dari rumah membuat warga mempunyai waktu lebih luang untuk melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti Pos Yandu.
Kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk menambah jumlah kader Pos Yandu. Untuk itu berbagai dukungan harus diberikan kepada warga maupun kader Pos Yandu.
Petugas Puskesmas juga harus meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan para kader sehingga kegiatan Pos Yandu bisa terselenggara dengan baik.
Informasi jadwal kunjungan bidan atau perawat, kegiatan pelayanan imunisasi, pemberian vitamin, pemberian makanan tambahan, beserta teknis kegiatannya harus dikoordinasikan dan diinfokan sebelum pelaksanaan sehingga kader dapat mempersiapkan jumlah personil maupun fasilitas.
Di negara maju, tenaga kesehatan yang bertugas memantau tumbuh kembang dan memberikan layanan kepada balita tersedia dalam jumlah yang cukup.
Ini menjadi tantangan bagi pemerintah agar bisa menyediakan jumlah tenaga kesehatan yang cukup sehingga kegiatan pemantauan tumbuh kembang balita dapat optimal.
4. Informasi
Berbagai program pelayanan Pos Yandu ini harus disebarluaskan kepada warga. Ketua RT, tokoh agama, masyarakat dapat memberikan informasi kepada warga sekitar.
Informasi pelayanan dan kegiatan Pos Yandu bisa diberikan melalui media sosial, penempelan pamflet, pengeras suara masjid, dan sebagainya.
Kelompok-kelompok masyarakat seperti dasawisma bisa saling memberikan informasi tentang posyandu.
5. Pendanaan
Satu hal yang tidak boleh dilupakan demi kesuksesan program adalah pendanaan. Ketersediaan dana mempengaruhi kualitas dan kuantitas layanan Pos Yandu.
Sumber pendanaan Posyandu bisa berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kota/Kabupaten, Alokasi Dana Desa, PKPS BBM bidang kesehatan.
Di masa pandemi, alokasi dana Pos Yandu haruslah ditambah. Pencairannya pun juga tidak boleh terlambat.
Dana operasional Pos Yandu juga bisa berasal dari sumber lain yang tidak mengikat. Bantuan dana dari pemerintah tersebut bersifat stimulus.
Pada kenyataannya pengelola Pos Yandu masih harus mencari pendanaan dari sumber lain seperti kas RT setempat maupun bantuan donatur yang tidak mengikat.
Di masa pandemi banyak alat pelindung diri yang dibutuhkan. Untuk itu dukungan dana dari masyarakat guna menyukseskan kegiatan Pos Yandu sangat diperlukan.
6. Produk layanan dan teknologi
Kegiatan pelayanan yang diberikan Pos Yandu terdiri atas kegiatan utama dan kegiatan pendukung. Kegiatan utama meliputi kesehatan ibu dan anak, KB, imunisasi, gizi.
Kegiatan pengembangan/tambahan seperti : kelas ibu hamil, Pos Pendidikan Anak Usia Dini, dll (Buku Pedoman Umum Pengelolaan Pos Yandu, Kemenkes RI, 2011).
Pos Yandu harus bisa memenuhi kegiatan utama terlebih dahulu, setelah terpenuhi bisa ditingkatkan dengan kegiatan pendukung.
Penggunaan teknologi informasi sangat membantu pelaksanaan Pos Yandu di masa pandemi. Adanya sistem informasi manajemen tentang Pos Yandu sangat membantu kredibilitas, aksestabilitas, serta kecepatan pencatatan dan pelaporan data.
Aplikasi sistem ini juga dilengkapi dengan berbagai fitur seperti pemberian informasi, buku kesehatan ibu dan anak.
Berbagai layanan dalam sistem informasi ini terus ditingkatkan oleh provider agar memberikan hasil yang memuaskan.
Di era reformasi industri 4.0 ini, keberadaan teknologi informasi sangat diperlukan untuk meringankan tugas-tugas administratif.
Pelatihan kepada tenaga kesehatan, kader dan masyarakat pengguna sangat diperlukan agar bisa mengakses sistem informasi ini dengan baik.
Saat ini sebagian aplikasi masih berupa prototipe maupun sedang tahap uji coba dan perbaikan. Dalam kondisi pandemi teknologi informasi berkembang dengan pesat, perbaikan aplikasi ini diharapkan bisa selesai lebih cepat dan digunakan oleh masyarakat luas.
Untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal diperlukan kerja sama segenap komponen dalam meningkatkan derajat kesehatan khususnya dalam hal strategi pemberdayaan Pos Yandu di masa pandemi dalam menurunkan angka stunting.
Ke enam komponen ini, jika dipenuhi akan mampu mewujudkan harapan kita bersama selama dilaksanakan dengan baik dan benar.
Satu proses yang tidak kalah penting untuk dilaksanakan adalah evaluasi dan perbaikan hasil evaluasi yang terus menerus agar bisa memperbaiki sistem yang sedang dijalankan.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.(*)