News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Customers First: Antara Kecerdasan Buatan dan Intuisi Manusia

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ferry Kusnowo, Chief Customer Officer Lazada

Oleh: Ferry Kusnowo – Chief Customer Officer, Lazada Indonesia

TRIBUNNEWS.COM - Pelanggan adalah Raja – slogan ini telah menjadi mantra bagi seluruh produsen barang dan jasa sejak dahulu kala. Di setiap perusahaan, pelanggan adalah pemangku kepentingan utama demi kelangsungan bisnis perusahaan dan merupakan bagian penting yang selalu masuk dalam strategi bisnis sebuah perusahaan.

Namun saat ini, benarkah pelanggan masih dianggap sebagai Raja, mengingat loyalitas pembeli produk atau jasa sangat mudah teralihkan? Bagaimana perusahaan dapat menjaga hubungan dengan pelanggan dalam lingkungan dimana rentang perhatian dan kesabaran semakin menipis? Bagaimana menyiasati kebutuhan membangun hubungan dengan pelanggan dengan keterbatasan waktu dan sumber daya?

Pelanggan (customers) umumnya merujuk pada perseorangan atau institusi yang bertransaksi barang atau jasa secara rutin dan berkesinambungan dan di era serba instan dan dengan berbagai pilihan yang mudah ditemui seperti sekarang ini. Menjaga rutinitas dan kesinambungan hubungan antara penyedia produk dan jasa dengan pelanggan semakin krusial. Tanpa adanya layanan pelanggan yang baik dalam arti respons yang cepat, tepat dan efisien, dengan mudah orang dapat beralih ke produk atau jasa yang disediakan oleh institusi lainnya. 

Hampir setiap perusahaan pasti memiliki divisi Hubungan Pelanggan atau Customer Care karena divisi Customer Care merupakan salah satu bagian penting dari kelangsungan sebuah perusahaan. Tak heran divisi ini seringkali menjadi ujung tombak perusahaan dalam membina dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan. 

Seiring dengan perjalanan waktu, ‘pelanggan’ tidak lagi hanya terbatas mengacu pada pembeli produk dan jasa, namun juga melebar kepada mitra kerja atau sellers/ penjual yang menjual produk atau jasanya di platform sosial seperti eCommerce. 

Mengingat saat ini keterhubungan antara penjual dan pembeli atau pelanggan mencakup berbagai dimensi, baik transaksi jual beli secara langsung di tempat, melalui media sosial (social commerce), hingga masuk ke wadah platform; dan mencakup jumlah keterhubungan yang sangat besar, kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dan lincah dalam inovasi layanan pelanggan menjadi sangat krusial.

Pertanyaan atau keluhan dari pelanggan kini tidak terbatas pada saluran-saluran yang tersedia, namun juga melebar ke saluran-saluran informal. Penting bagi perusahaan untuk selalu memantau kondisi pelanggan yang mungkin muncul di saluran-saluran tidak resmi dengan tetap menyediakan saluran resmi sebagai prioritas dalam memberikan perhatian langsung kepada para pelanggan.

Kebanyakan perusahaan baik produsen maupun pemberi jasa kini mulai menerapkan dan memprioritaskan sistem bisnis yang berorientasi kepada pelanggan atau Customers First. Hal ini bukan sesuatu yang mudah dilakukan, karena dengan mengadopsi sistem tersebut, perusahaan harus benar-benar menerapkan perubahan strategi yang terkait dengan struktur organisasi, sistem informasi, proses bisnis, teknologi dan tentunya sumber daya manusia. 

Apakah teknologi dapat menggantikan peran manusia?

Semenjak pandemi, terjadi peningkatan jumlah pelanggan produk dan jasa yang beralih ke eCommerce yang menjadi tempat utama dalam bertransaksi. Seiring dengan banyaknya pelanggan yang harus beralih ke transaksi online yang umumnya lebih bersifat ‘always on’ memacu divisi layanan pelanggan untuk selalu beradaptasi dengan kontak yang masuk. Salah satu cara beradaptasi adalah dengan menerapkan artificial intelligence (kecerdasan buatan) atau AI.

Penggunaan AI dalam bentuk chatbot bukanlah hal yang baru di dunia layanan pelanggan saat ini – hampir semua perusahaan terutama yang berfokus pada layanan jasa menggunakan teknologi ini untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan oleh pelanggan. 

Penerapan AI di divisi layanan pelanggan membantu mempercepat penyelesaian kontak atau pertanyaan yang masuk, terutama untuk pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya rutin. Tujuan utamanya tentu untuk meningkatkan kepuasan dan pengalaman pelangan yang menghubungi melalui kecepatan dan kenyamanan bagi pelanggan untuk pertanyaan sederhana dan rutin, sehingga agen layanan pelanggan dapat fokus pada memberikan bantuan untuk kasus-kasus yang lebih kompleks. Umumnya penggunaan chatbot dapat meningkatkan response rate kepada pelanggan karena kecepatannya dalam menjawab dan mengurangi waktu tunggu.

Namun bagaimana agar penggunaan chatbot dengan pertanyaan berulang justru tidak membuat pelanggan merasa diabaikan? Bagaimana dengan penggunaan bahasa sehari-hari yang beragam seperti di Indonesia? Peran pelatih atau trainer untuk AI sangatlah penting di sini.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini