KAPOLRI menyatakan Polri siap merekrut 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK menjadi ASN.
Pada satu sisi, cara pandang Kapolri sudah tepat.
Sebagaimana kritisi saya pada waktu-waktu sebelumnya, terlepas dari materi TWK yang dinilai problematik, lolos atau tidak lolos TWK semestinya tidak dijadikan sebagai dasar untuk memberhentikan karyawan.
TWK sebatas menghasilkan indikator, dan itu seharusnya tidak menihilkan portofolio konkret berupa keberhasilan kerja (kinerja positif) para eks-KWK dimaksud.
Hasil TWK sepatutnya dipakai sebagai salah satu acuan dalam pengembangan mereka selaku SDM unggulan KPK.
Sikap Kapolri sudah selaras dengan pandangan saya di atas.
Alih-alih "memvonis mati", Kapolri justru tetap melihat para eks-KPK itu sebagai SDM potensial bagi penegakan hukum di Tanah Air.
Masalahnya, walau Kapolri beritikad baik, namun kesiapan itu nampaknya tidak akan serta-merta terealisasi dengan mudah.
Pertama, sebagian pegawai eks-KPK dimaksud pernah berkarir lalu mengundurkan diri dari Polri.
Kembalinya lagi pegawai eks-KPK tersebut ke Polri boleh jadi akan terhalang oleh beban mental, termasuk kemungkinan sinisme dari para anggota Polri sendiri.
Baca juga: BKN Pastikan Pengangkatan 56 Pegawai KPK Jadi ASN Polri Mengikuti Prosedur yang Berlaku
Apalagi kita masih ingat peristiwa penyerangan oleh oknum Polri terhadap penyidik KPK pada waktu lalu.
Tentu, saya tidak berharap bahwa gesekan ekstrem semacam itu terulang lagi seandainya mantan personel Polri kembali ke korps Tribrata.
Kedua, masuk ke Polri dan mendapat status sebagai ASN semata tidak akan memberikan para eks-KPK itu kewenangan untuk melakukan kerja-kerja penyidikan.
Dengan status sebatas sebagai support system, kompetensi para eks-KPK tersebut tidak akan terwadahi.
Kemungkinan demotivasi menjadi sesuatu yang dapat terjadi, dan ini niscaya kontraproduktif bagi Polri serta bagi eks-KPK bersangkutan.
Hal ini sepertinya bisa diatasi apabila Polri membuka formasi bagi personel kontrak.
Personel polisi yang dipekerjakan dengan status kontrak merupakan praktik umum di banyak negara.
Oleh: Abdul Rachman Thaha (ART)
Anggota Komite I DPD RI