News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tantangan dan Inovasi Tata Kelola Pemerintahan Pasca Pandemi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ika Nurafiah, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya.

Oleh: Ika Nurafiah*

TRIBUNNEWS.COM - Dampak pandemi COVID-19 berlaku pada semua sektor dan negara, baik negara maju maupun berkembang.

Di Indonesia khususnya, pandemi COVID-19 selama setahun lebih ini telah mendisrupsi berbagai sektor kehidupan manusia.

Diantara nya adalah pergeseran mekanisme pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan.

Hal ini mendorong terjadinya reformasi tata kelola pemerintahan pasca pandemic yang menyesuaikan dengan kondisi pandemi agar pelayanan publik tetap dilakukan dengan optimal dan berintegritas.

Pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan dan regulasi agar tata Kelola pemerintahan tetap berjalan efektif dalam pelayanan publik di tengah upaya pemulihan dampak kesehatan masyarakat karena pandemic dan upaya pemulihan ekonomi nasional.

Peraturan tersebut diantaranya UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Baca juga: Luhut: Penanganan Pandemi Butuh Science and Art Seperti Operasi Militer, ini Bukan Inkonsisten

Ada dua dimensi tata kelola pemerintahan yang berubah sebagai dampak Pandemi COVID-19. Yaitu, dimensi organisasi dan sistem kerja.

Dari sisi organisasi, telah terjadi perubahan dari semula dilakukan dengan cara normal menuju adaptasi kebiasaan baru di masa pandemic atau dikenal dengan istilah new normal.

Dari sisi sistem kerja, terdapat dua pilihan yaitu bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan tetap bekerja di kantor atau Work From Office (WFO) dengan ketentuan protokol kesehatan yang ketat.

Pada prinsipnya kita semua harus bergerak, bertransformasi kearah yang lebih baik apapun kondisinya.

Tak hanya kepemimpinan transaksional, pemerintahan kolaboratif juga dibutuhkan dalam rangka menyelaraskan unsur pentahelix yang terdiri dari sector pemerintahan, akademis, praktisi, media dan komunitas masyarakat, melalui kolaboratif ini diharapkan Indonesia mampu melalui krisis di masa pandemi saat ini.

Oleh karena nya pandemic COVID-19 mendorong kita untuk beradaptasi dengan era digitalisasi birokrasi / digital government.

Inovasi Sebagai Sebuah Strategi

Inovasi terkait dengan “kebaruan” mengambil langkah yang diperlukan untuk membantu suatu entitas lembaga tetap memliki daya saing tinggi dan produktif (Atkinson, 2013).

Kebutuhan berinovasi dalam konteks pembangunan kesejahteraan masyarakat bangsa merupakan tuntutan siklus alamiah bagi organisasi publik, bila ingin terus hadir dan tidak ingin ditamatkan oleh zaman.

Pemerintah harus berkompetisi mendapatkan apresiasi masyarakat dalam menjalankan peran kuncinya.

Inovasi yang harus mendapatkan perhatian ialah inovasi dibidang teknologi digital sebagai percepatan tranformasi tersebut.

Namun, masih ada tiga kelemahan dalam inovasi ini, yakni institusi yang belum mendorong penuh inovasi, riset saat ini yang belum di arahkan untuk memperkuat transformasi digital, dan bisnis yang masih didominasi oleh sumbangsih sumber daya alam maupun manufaktur sederhana.

Digitalisasi birokrasi selama pandemi ini memiliki peranan penting sebagai jembatan yang merupakan strategi pemerintah untuk memajukan dan memudahkan kegiatan dalam berbagai hal di antaranya meningkatkan efektifitas dan efisiensi karena dilakukan secara online.

Sementara permasalahan yang terjadi saat ini adalah kinerja dan kualitas sumber daya aparatur pemerintahan yang masih rendah dan era desentralisasi yang menyebabkan tingginya tuntutan dalam pelimpahan kewenangan.

Ditambah belum meratanya tingkat infrastuktur teknologi jaringan (digital device) diberbagai daerah serta rendahnya literasi masyarakat.

Literasi menjadi aspek penting dalam tranformasi digital.

Sebab sistem maupun aplikasi apapun yang di buat pemerintah tidak akan digunakan masyarakat jika tidak di barengi dengan upaya litearasi.

Aspek lainnya adalah kepercayaaan terhadap penggunaaan aplikasi digital.

Masih banyak perwakilan masyarakat yang merasa perlu melakukan audiensi secara langsung karena kurang mempercayai respons aduan melalui kanal digital misalnya.

Karena itu kondisi pasca pandemi dapat dijadikan momentum evaluasi bagi birokrasi untuk terus menembangkan ide-ide kreatifitas untuk menghasilkan karya terbaik dalam memberikan pelayanan publik.

Implementasi e-governance harus diperluas dan ditingkatkan pemanfaatannya.

Penerapan digitalisasi data dan informasi birokrasi dan informasi seperti e- budgeting, e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting hingga e-monev serta aplikasi custom lainnya harus semakin ditingkatkan.

Setidaknya ada lima upaya yang diusulkan oleh Dewan Pertimbangan Presiden untuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik pasca pandemi.

Pertama, penguatan kapasitas birokrasi dalam penguasaan aplikasi berbasis digital.

Kedua, meningkatkan edukasi public khususnya terkait transformasi pelayanan manual menuju daring (online).

Ketiga, pemerataan pembangunan infrastruktur berbasis digital, terutama diluar Jawa dan wilayah terluar Indonesia.

Keempat, menghadirkan kepemimpinan visioner dan transformative untuk mengawal transformasi menuju digitalisasi pemerintah di era disrupsi teknologi informasi yang begitu cepat.

Kelima, memaksimalkan pendidikan literasi dan budaya politik yang massif lewat platform digital.

Dalam konteks transformasi digital komitmen pimpinan memegang peran sangat penting. Komitmen ini menyangkut bagaimana meletakkan visi, memberi gambaran dan arahan, serta bagaimana mengimplementasikannya sehingga bisa berkelanjutan.

Mungkin kita perlu berbangga dengan tingginya partisipasi masyakat Indonesia yang berada pada urutan keenam dunia dari tingkat penggunaan internet diharapkan mampu terlaksananya tata kelola pemerintahan yang kolaboratif menajadikan pemerintah tidak bisa mengambil pilihan lain untuk menggunan sistem e-government.

Ini juga tentu selaras dengan kesiapan pemerintahan Indonesia untuk serius dalam melakukan pembaruan serta kontiniuitas dan konsistensi dalam mewujudkan reformasi pelayanan publik yang baik.

Ke depan, pemerintah harus konsisten dalam memilih kebijakan ini sebagai langkah yang harus diwujudkan secara serius.

Dengan komitmen yang serius akan memberikan dampak yang luas seperti efisiensi dan pencegahan korupsi dalam birokrasi.

* Ika Nurafiah: Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini